Abstrak
Kinetika kimia merupakan salah satu cabang ilmu kimia fisika yang mempelajari laju reaksi. Penentukan
tetapan laju reaksi dan energi aktivasi antara larutan KI dan K2S208, dimana
larutan Na2S2O3 digunakan untuk mengikat ion
berlebih dari KI maka akan ditentukan konstanta reaksi dan energi aktivasi
berdasarkan konsentrasi terhadap satuan waktu. Berdasarkan hasil percobaan
didapatkan waktu berjalannya reaksi pada suhu 24°C = 450 s, dengan v KI = 5 ml,
v K2S2O8
= 1 ml, v Na2S2O3 = 2,5 ml, dan 6 tetes
akuades. Pada v
KI = 5 ml, v K2S2O8
= 3 ml, v Na2S2O3 = 2,5 ml, dan 6 tetes
akuades pada suhu 24°C
= 300 s. Suhu 24°C = 114 s, dengan v K2S2O8 = 5 ml dan
volume lainnya tetap atau sama. Suhu 30°C dengan v K2S2O8 =
1 ml, v
K2S2O8
= 3 ml, v
K2S2O8
= 5 ml diperoleh t = 506 s, 85 s, dan 122 s. Pada suhu 35°C dengan v K2S2O8 =
1 ml, v
K2S2O8
= 3 ml, v
K2S2O8
= 5 ml diperoleh t = 194 s, 98 s, dan 87 s.
Kata kunci: KI, K2S2O8 dan Na2S2O3
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Kinetika kimia
merupakan salah satu cabang ilmu kimia fisika yang mempelajari
laju reaksi. Laju reaksi berhubungan dengan pembahasan seberapa cepat atau
lambat reaksi
berlangsung. Merubah konsentrasi dari suatu zat di dalam suatu reaksi biasanya merubah juga laju reaksi.
Persamaan laju menggambarkan perubahaan ini secara matematis. Orde
reaksi adalah bagian dari persamaan laju. Sebagai
contoh seberapa cepat reaksi pemusnahan ozon di atmosfer bumi, seberapa
cepat reaksi suatu enzim dalam tubuh berlangsung dan sebagainya. Laju reaksi dipengaruhi oleh beberapa faktor, yaitu konsentrasi, luas permukaan, suhu, dan katalis.
Reaksi-reaksi
kimia berlangsung dengan laju yang berbeda-beda. Ada reaksi yang berlangsung sangat cepat
seperti reaksi penetralan antara larutan asam klorida dan
larutan natrium hidroksida, ada pula yang berlangsung sangat lambat seperti
pelapukan kimia yang dialami batu karang. Suatu
reaksi kimia dapat dipercepat atau diperlambat. Dalam industri, reaksi kimia
perlu dilangsungkan pada kondisi tertentu agar produknya dapat diperoleh dalam waktu yang
sesingkat mungkin. Reaksi dapat dikendalikan dengan mengetahui faktor-faktor
yang mempengaruhinya. Berdasarkan teori tersebut maka dilakukanlah
percobaan ini.
1.2 Tujuan Percobaan
Menentukan konstanta kecepatan reaksi
dan energi aktivasi antara KI dan K2S208.
1.3 Prinsip Percobaan
Menentukan tetapan laju reaksi dan
energi aktivasi antara larutan KI dan K2S208,
dimana larutan Na2S2O3 digunakan untuk
mengikat ion berlebih dari KI maka akan ditentukan konstanta reaksi dan energi
aktivasi berdasarkan konsentrasi terhadap satuan waktu dengan menggunakan
variasi volume dan suhu serta penambahan indikator yaitu akuades yang akan
melarutkan ion-ion berlebih pada I2, dengan perubahan warna larutan
bening menjadi kuning. Reaksi yang terjadi:
S2O82- + 2I- Ã 2SO42-
+ I2
BAB II
TINJAUAN
PUSTAKA
2.1 Dasar Teori
2.1.1 Laju Reaksi
Laju reaksi adalah laju perubahan
konsentrasi pereaksi atau produk dalam satuan waktu. Konsentrasi dinyatakan
dalam mol per liter, namun untuk reaksi fase gas satuannya adalah atmosfer,
mmHg, atau Pascal (Atkins, 1998).
Faktor-faktor yang mempengaruhi laju reaksi (Sukardjo,
1990):
a. Konsentrasi pereaksi, konsentrasi menyatakan jumlah
mol zat dalam satu satuan volume, makin besar konsentrasi maka makin banyak
partikel dalam satu satuan volume dan makin kecil jarak antar partikel.
b. Suhu, semua reaksi berlangsung lebih cepat pada
suhu yang lebih tinggi.
2.1.2 Reaksi Orde Pertama
Reaksi orde pertama merupakan laju
reaksi yang bergantung pada konsentrasi reaktannya yang dipangkatkan 1.
Persamaan laju reaksi orde satu dinyatakan sebagai (Petrucci, 1992):
Pada reaksi orde satu, persamaan laju reaksi adalah
bentuk persamaan linier, sehingga setiap perubahan konsentrasi satu kali, laju
reaksi naik sebesar satu kali dan setiap perubahan konsentrasi dua kali, laju
reaksi juga naik dua kali.
Persamaan
laju reaksi : v = k [A]1 = k [A]
![]() |
Gambar
2.1.2.1 Grafik orde pertama
Secara umum,
konsentrasi pereaksi akan mempengaruhi laju reaksi. Pengaruh konsentrasi
terhadap laju reaksi adalah khas untuk setiap reaksi. Pada reaksi orde nol
perubahan konsentrasi pereaksi tidak berpengaruh terhadap laju reaksi. Reaksi
orde 1 setiap kenaikan konsentrasi dua kali akan mempercepat laju reaksi
menjadi dua kali lipat lebih cepat, sedangkan untuk reaksi orde 2 bila konsentrasi
dinaikkan menjadi dua kali laju reaksi menjadi empat kali lebih cepat. Laju
reaksi dapat dinyatakan sebagai V = K[A]m[B]n, dengan
pangkat m dan n adalah pangkat bulat kecil dan tidak berhubungan dengan koefisien
a dan b (Petrucci, 1992).
2.1.3 Energi
Aktivasi
Energi
aktivasi adalah energi minimum yang dibutuhkan oleh suatu reaksi kimia agar
dapat berlangsung. Energi aktivasi memiliki notasi simbol Ea dengan E
menotasikan energi dan a yang ditulis subscribe menotasikan aktivasi (Vogel, 1994).
Energi
aktivasi menyatakan jumlah energi yang harus diterima oleh molekul-molekul yang
bereaksi untuk dapat bereaksi. Makin tinggi panas aktivasi, makin besar
ketergantungan stabilitas sediaan terhadap suhu (Minarsih, 2011).
Untuk
memprediksi difusivitas atom pada suhu terbatas karena salah satu kebutuhan
untuk menghitung energi bebas aktivasi cukup baik daripada energi aktivasi pada
suhu terbatas. Energi aktivasi didefinisikan sebagai perbedaan internal energi
dalam keadaan 0 K (Sato, dkk,2010).
2.2 Analisis
Bahan
2.2.1
Akuades (H2O)
Air yang
diperoleh pada pengembunan uap air melalui proses penguapan atau pendidihan
air, tidak berwarna, tidak berasa, titik leleh 00C, titik didih 1000C,
bersifat polar pelarut organik yang baik, konstanta dielektrik paling tinggi,
tidak berbau dan komposisi kalor tinggi (Kusuma, 1983).
2.2.2 Kalium
Iodida (KI)
Kalium
iodida adalah padatan kristal putih KI dengan rasa yang sangat pahit dan larut
didalam air, etanol dan aseton. Dalam larutan, senyawa ini dapat melarutkan
iodine menjadi I3- yang berwarna cokelat (Daintith,
1994).
Perbedaan KI
dengan KIO3 yaitu kedua senyawa ditandai dengan sifat kimia yang
berbeda dan beberapa perbedaan dalam potensi keselamatan. Iodat lebih stabil, karena
iodida mudah teroksidasi menjadi yodium dan hilang oleh penguapan. KI ditemukan
jauh lebih efektif daripada KIO3 (Milczaret, dkk,2013).
2.2.3 Kalium Peroksodisulfat (K2S2O8)
Senyawa ini berupa kristal putih tak
berwarna dan tak berbau. Pada suhu tinggi mengurai lebih cepat. Senyawa ini
larut dalam air, namun tidak larut dalam alcohol. Selain itu, senyawa ini juga
merupakan pengoksida yang sangat kuat (Basri, 2003).
2.2.4
Natrium Tiosulfat (Na2S2O3)
Senyawa ini
merupakan endapan atau padatan yang larut dalam air namun tidak larut dalam
etanol. Lazim dijumpai sebagai pentahidrat serta kehilangan air pada suhu 100 oC
(Daintith, 1994).
BAB III
METODOLOGI
3.1 Alat dan
Bahan
Alat yang digunakan
dalam praktikum ini adalah gelas beaker, termometer, stopwatch, pipet tetes,
pipet volume, labu ukur, bulb, batang pengaduk, spatula, cawan petri, dan
penangas air. Bahan yang digunakan adalah akuades, larutan KI, larutan K2S2O8
, dan larutan Na2S2O3.
3.2 Prosedur
Kerja
Pertama-tama,
pembuatan larutan KI, K2S2O8, dan Na2S2O3,.
Ditepatkan larutan dengan akuades sampai tanda batas (250 ml) labu ukur. Setelah
larutan telah tersedia, disediakan
dua gelas yang telah diberi label, gelas beaker yang pertama berisi KI saja,
gelas beaker kedua berisi K2S2O8,
Na2S2O3 dan akuades.
Gelas beaker
pertama diisi KI sebanyak 5 ml, kemudian diukur suhunya hingga 24oC.
Gelas beaker kedua diisi K2S2O8 1ml dan Na2S2O3
2,5ml, dan ditambahkan 6 tetes akuades. Kemudian diukur suhunya hingga 24oC.
Jika suhunya kurang dari 24oC maka larutan dipanaskan hingga
mencapai 24oC. Sedangkan jika suhunya lebih dari 24oC
maka larutan didinginkan dengan air es.
Setelah suhu
kedua larutan sama, maka kedua laruatan dicampurkan, saat itu lah menghidupkan
stopwatch, untuk mengukur laju reaksi larutan tersebut, sambil menghitung waktu perubahan yang terjadi, larutan terus diaduk tanpa henti sampai terjadi perubahan warna menjadi kuning yang menunjukkan bahwa proses boleh
dihentikan, demikian juga dengan stopwatchnya. Dicatat
waktu saat proses
tersebut. Setelah itu dilakukan perlakuan yang sama untuk volume K2S2O8
3ml dan 5ml dengan perlakuan yang sama pada
suhu 30 oC dan 35 oC.
3.3
Rangkaian Alat

Gambar
3.3.1 Pemanasan larutan

Gambar
3.3.2 Larutan Hasil
BAB
IV
HASIL
DAN PEMBAHASAN
4.1 Tabel Pengamatan
No
|
Volume
(mL)
|
T (0C)
|
Waktu (s)
|
Warna
|
|||
KI
|
Na2S2O3
|
K2S2O8
|
Akuades
|
||||
1.
|
5 mL
|
2,5 mL
|
1 mL
|
6 Tetes
|
24 0C
|
450
|
Kuning
|
2.
|
5 mL
|
2,5 mL
|
3 mL
|
6 Tetes
|
24 0C
|
300
|
Kuning
|
3.
|
5 mL
|
2,5 mL
|
5 mL
|
6 Tetes
|
24 0C
|
114
|
Kuning
|
4.
|
5 mL
|
2,5 mL
|
1 mL
|
6 Tetes
|
30 0C
|
506
|
Kuning
|
5.
|
5 mL
|
2,5 mL
|
3 mL
|
6 Tetes
|
30 0C
|
85
|
Kuning
|
6.
|
5 mL
|
2,5 mL
|
5 mL
|
6 Tetes
|
30 0C
|
122
|
Kuning
|
7.
|
5 mL
|
2,5 mL
|
1 mL
|
6 Tetes
|
35 0C
|
194
|
Kuning
|
8.
|
5 mL
|
2,5 mL
|
3 mL
|
6 Tetes
|
35 0C
|
98
|
Kuning
|
9.
|
5 mL
|
2,5 mL
|
5 mL
|
6 Tetes
|
35 0C
|
87
|
Kuning
|
4.2 Pembahasan
4.2.1 Analisis Prosedur
Laju reaksi tak lepas dari
kinetika kimia, dimana kinetika kimia menjelaskan mengenai
bagaimana laju bergantung pada konsentrasi dan reaksi serta mekanisme reaksinya
berdasarkan pengetahuan yang diperoleh dari percobaan. Laju reaksi adalah waktu perubahan konsentrasi pereaksi atau produk dalam satuan
waktu. Dapat pula dinyatakan sebagai laju berkurangnya konsentrasi pereaksi
atau bertambahnya konsentrasi di suatu produk. Laju reaksi berhubungan pula
dengan tumbukan-tumbukan antar molekul akibat adanya penambahan zat tertentu,
pengaruh suhu, luas permukaan maupun konsentrasi suatu zat, sehingga ini erat kaitannya dengan energi aktivasi yang merupakan energi
minimum yang dimiliki oleh suatu molekul untuk bertumbukan.
Pada percobaan ini, mula-mula dilakukan pembuatan 4
larutan yaitu: larutan kalium iodida 0,4 M, natrium tiosulfat 0,01 M, kalium peroksodisulfat
0,02 M, dan akuades. Larutan kalium iodida dibuat lebih pekat karena terkait
dengan kuantitas iod-iodnya yang diikat natrium tiosulfat harus lebih banyak
dari pada kandungan ion-ion yang lain. Hal ini bertujuan agar warna kuning yang
dihasilkan dapat tampak jelas. Larutan kalium iodida ini berfungsi sebagai
reaktan. Larutan akuades berfungsi sebagai indikator yang akan berwarna kuning
jika larutan kalium iodide sudah habis bereaksi. Larutan ini mengandung 2
polimer yaitu amilosa dan amilopektian. Dalam percobaan ini,
larutan kalium persulfat berfungsi sebagai oksidator, yaitu mengubah I-
menjadi I2. I- kemudian bereaksi dengan Na2S2O3
yang berfungsi sebagai reduktor, I2 berubah kembali menjadi I-.
Sedangkan natrium tiosulfat berfungsi sebagai penangkap iod-iod berlebih dari I2,
lalu bereaksi positif indikator akuades. Fungsi akuades yaitu untuk melarutkan
ion-ion berlebih pada I2. Warna kuning yang terbentuk
ketika dua campuran dicampurkan berasal dari I2 yang bereaksi dengan
Na2S2O3 membentuk I2 kompleks. I2
kompleks akan bereaksi dengan akuades setelah Na2S2O3
pada campuran habis bereaksi dan hal tersebut dijadikan sebagai waktu akhir
reaksi, waktu dimana muncul warna kuning pertama kali.
Ketika larutan memiliki suhu yang sama, maka keduanya
dicampur dengan segera. Hal ini bertujuan agar suhu kedua larutan yang sama,
tidak berubah jauh sehingga dapat menghindari galat. Variasi suhu bertujuan
untuk melihat dan membandingkan pengaruh tingkat tingginya suhu pada laju
reaksi yang terjadi. Pengadukan berfungsi untuk mempercepat reaksi, karena
dengan pengadukan maka akan banyak molekul-molekul yang saling bertumbukan. Sehingga
meningkatkan energi kinetik dan reaksi pun berjalan lebih cepat.
Pengaruh volume dan suhu terhadap laju
reaksi adalah keduanya saling berbanding lurus karena volume memiliki
molekul-molekul yang diperlukan oleh suhu untuk dipanaskan agar laju reaksi
dapat berlangsung. Semakin besar volume maka tarik-menarik antar molekul
semakin kuat dan jika suhu diperbesar maka akan membantu proses tarik-menarik
molekul semakin cepat dan terjadinya tumbukan yang banyak pada molekul akan
mempercepat laju reaksi dan energi minimum yang diperlukan menjadi sedikit.
Tujuan menggunakan variasi volume
pada yaitu selain untuk mengetahui
seberapa besar pengaruh volume terhadap laju reaksi tetapi praktikan dapat
melihat perbandingan antara penggunaan volume 1 ml, 3ml dan 5ml. Semakin besar
volume maka semakin banyak molekul-molekul yang akan bertumbukan dan
mempercepat laju reaksi berlangsung. Sedangkan variasi suhu bertujuan untuk melihat
dan membandingkan pengaruh tingkat tingginya suhu pada laju reaksi yang
terjadi.
Konstanta laju reaksi terhadap suhu berkaitan dengan
persamaan Arrhenius. Arrhenius mengatakan bahwa variasi tetapan kecepatan
reaksi terhadap temperatur dinyatakan dengan persamaan k = AC-Ea/RT .
Konstanta laju reaksi akan terus meningkat dengan kenaikan temperatur.
4.2.2 Analisis Hasil
Berdasarkan hasil percobaan didapatkan
waktu berjalannya reaksi pada suhu 24°C = 450 s, dengan v KI = 5 ml, v K2S2O8
= 1 ml, v Na2S2O3 = 2,5 ml, dan 6 tetes
akuades. Pada v KI = 5 ml, v K2S2O8 =
3 ml, v Na2S2O3 = 2,5 ml, dan 6 tetes akuades
pada suhu 24°C = 300 s. Suhu 24°C = 114 s, dengan v K2S2O8
= 5 ml dan volume lainnya tetap atau sama. Pada suhu 30°C
dengan v K2S2O8 = 1 ml, v
K2S2O8
= 3 ml, v K2S2O8 = 5 ml
diperoleh t = 506 s, 85 s, dan 122 s. Pada suhu
35°C dengan v K2S2O8 =
1 ml, v
K2S2O8
= 3 ml, v K2S2O8 = 5 ml
diperoleh t = 194 s, 98 s, dan 87 s. Dari data tersebut
dapat diketahui bahwa semakin suhunya naik maka waktu yang diperlukan untuk
bereaksi adalah semakin sedikit atau suhu berbanding terbalik dengan waktu.
Perubahan suhu umumnya mempengaruhi harga tetapan laju k. Jika suhu dinaikan
maka harga k akan meningkat dan sebaliknya. Dari harga k tersebut maka akan
dapat dihitung energi aktivasi.
Diperoleh hasil perhitungan dari
penentuan nilai k dengan mol KI = 2x10-3.
mol sisa masing-masing yaitu 1,96x10-3 m, 1,88x10-3 m, 1,8x10-3 m. Didapat [R] yaitu 0,326 m, 0,235 m, 0,18 m. Ln [R] juga diperoleh -1,1208 pada suhu 24oC, ln [R] pada suhu 30oC yaitu -1,4481. Ln [R] pada suhu 35oC yaitu -1,7147. Dapat nilai k dari grafik yaitu sebesar 0,001 pada suhu 297 K. Nilai k pada suhu 303 K yaitu 0,001 dan nilai k pada suhu 308 K yaitu 0,004. Dapat disimpulkan semakin besar suhu maka semakin besar nilai k yang terjadi pada percobaan yang dilihat dari grafik. Hasil penentuan energi aktivasi diperoleh sebesar 947, 26 Joule.
mol sisa masing-masing yaitu 1,96x10-3 m, 1,88x10-3 m, 1,8x10-3 m. Didapat [R] yaitu 0,326 m, 0,235 m, 0,18 m. Ln [R] juga diperoleh -1,1208 pada suhu 24oC, ln [R] pada suhu 30oC yaitu -1,4481. Ln [R] pada suhu 35oC yaitu -1,7147. Dapat nilai k dari grafik yaitu sebesar 0,001 pada suhu 297 K. Nilai k pada suhu 303 K yaitu 0,001 dan nilai k pada suhu 308 K yaitu 0,004. Dapat disimpulkan semakin besar suhu maka semakin besar nilai k yang terjadi pada percobaan yang dilihat dari grafik. Hasil penentuan energi aktivasi diperoleh sebesar 947, 26 Joule.
BAB V
PENUTUP
5.1 Simpulan
Dapat disimpulkan pada percobaan kali ini
yaitu untuk tetapan laju reaksi dan energi aktivasi dapat dilakukan dengan cara
mereaksikan larutan KI dan larutan K2S2O8 dengan
bantuan Na2S2O3 serta indikator akuades.
Didapat pengaruh yang mempercepat laju reaksi, yaitu konsentrasi pereaksi dan
temperatur. Semakin besar konsentrasi maka makin banyak partikel dalam satu satuan volume
dan makin kecil jarak antar partikel serta semua reaksi berlangsung lebih cepat
pada suhu yang lebih tinggi.
Dapat disimpulkan semakin besar suhu maka
semakin besar nilai k yang terjadi pada percobaan dan nilai energi aktivasi
yang tinggi.
5.2 Saran
Pada praktikum selanjutnya
diharapkan pada pengadukan campuran larutan dilakukan dengan kekuatan yang
tidak jauh berbeda. Hal ini bertujuan agar hasil konstanta dapat dibandingkan
secara akurat berdasarkan perbedaan volume dan suhu.
DAFTAR PUSTAKA
Atkins, P.W, 1994.
Kimia Fisika. Edisi 4. Jilid 1. Alih bahasa : Irma dan Kartahadiprodjo.
Erlangga. Jakarta
Basri, 2003. Kamus
Lengkap Kimia. Rineka Cipta. Jakarta
Daintith, J, 1994.
Kamus Lengkap Kimia. Alih bahasa : Suminar Achmadi. Erlangga. Jakarta
Kusuma, S, 1983.
Bahan-Bahan Kimia. Edisi 7. Erlangga. Jakarta
Milczaret,
M, Jan.S. Andrzej.L. Malgorzata K.L, 2013. Potassium iodide, but not pottasium
iodate, as a potential protective agent against oxidative damage to membrane
lipids in porcine thyroid. Department of Oncological Endocrinology. Medical
University of Lodz. Poland
Minarsih,
T, 2011. Penentuan Energi Aktivasi Amlodipin Besilat Pada PH 1,6 dan 10 dengan
Metode Kromatografi Cair Kinerja Tinggi. Vol.6. Akademi Analisis Kesehatan
Pekalongan.
Petrucci,
R.H, 1992. Kimia Dasar. Edisi 4. Jilid 1. Alih bahasa : Suminar. Erlangga.
Jakarta
Sato,
K, S.Takizawa, and T.Mohri, 2010. Theoretical Calculation of Activation Free
Energy for Self-Diffusion in Prototype Crystal. Vol.51. The Japan Institute of
Metals. Japan
Sukardjo,
1990. Kimia Fisika. Rineka Cipta. Jakarta
Vogel,
1994. Kimia Analisis Kuantitatif Anorganik. Penerbit Buku Kedokteran EGC
Perhitungan
1. Penentuan nilai k
Dik : mol KI = mol×v = 0,4 M×5 ml = 2 mmol
= 2×10-3 mol
·
VK2S2O8
= 1 ml
n K2S2O8 = mol×v =
0,02 M×1 ml = 0,02 mmol
= 0,02×10-3 mol
·
VK2S2O8
= 3 ml
n K2S2O8 = mol×v =
0,02 M×3 ml = 0,06 mmol
= 0,06×10-3 mol
·
VK2S2O8
= 5 ml
n K2S2O8 = mol×v =
0,02 M×5 ml = 0,1 mmol
= 0,1×10-3 mol
·
Rx = S2O82-
+ 2I- → 2SO42- + I2


S 1,96×10-3
·
Rx = S2O82-
+ 2I- → 2SO42- + I2


S 1,88×10-3
·
Rx = S2O82-
+ 2I- → 2SO42- + I2


S 1,8×10-3
[R] =
=


·
[R] =
= 0,006 m = ln [R] = -5,1159

·
[R] =
= 0,015 m = ln [R] = -4,1997

·
[R] =
= 0,02 m = ln [R] = -3,9120

T(OC)
|
V K2S2O8
|
[R]
|
ln [R]
|
t (x)
|
24
|
1ml
|
0,006
|
-5,1159
|
450
![]() |
24
|
3ml
|
0,015
|
-4,1997
|
300
|
24
|
5ml
|
0,02
|
-3,9120
|
114
|

T(OC)
|
V K2S2O8
|
[R]
|
ln [R]
|
t (x)
|
30
|
1ml
|
0,006
|
-5,1159
|
506
![]() |
30
|
3ml
|
0,015
|
-4,1997
|
85
|
30
|
5ml
|
0,02
|
-3,9120
|
122
|

T(OC)
|
V K2S2O8
|
[R]
|
ln [R]
|
t (x)
|
35
|
1ml
|
0,006
|
-5,1159
|
194
![]() |
35
|
3ml
|
0,015
|
-4,1997
|
98
|
35
|
5ml
|
0,02
|
-3,9120
|
87
|

2. Penentuan energi aktivasi
T(K)
|
k
|
ln k
|
1/T
|
297
|
0,003
|
-5,8091
|
0,00336
|
303
|
0,002
|
-6,2146
|
0,00330
|
308
|
0,010
|
-4,6051
|
0,00324
|

ln K = -

-Ea = m×R
Ea = -m. R = -.(-10033) × 8,316
= 83434,428 Joule.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar