Breaking News

Senin, 09 November 2015

LAPORAN PRAKTIKUM REAKSI DAN KARAKTERISASI ALKOHOL ALIFATIK



REAKSI DAN KARAKTERISASI ALKOHOL ALIFATIK

ABSTRAK
Telah dilakukan percobaan reaksi dan karakterisasi alkohol alifatik. Dalam percobaan ini untuk mengenali karakterisasi alkohol alifatik dilakukan pengujian menggunakan beberapa turunan alkohol yaitu butanol, iso-propanol dan tert-butanol dengan menggunakan uji lucas untuk menentukan golongan alkohol primer, alkohol sekuder dan alkohol tersier terbentuk dua lapisan larutan coklat pada bagian bawah dan hijau pada lapisan atas, sedangkan untuk menentukan misibilitas alkohol terhadap air menggunakan metode titrasi dengan larutan standar air hasilnya yaitu lapisan atas (butanol) ditambahkan dengan NaCl, Na2CO3 dan NaOH tidak larut. Penambahan air pada NaCl, Na2CO3, dan NaOH membuat larutan menjadi larut. Misibilitas alkohol terhadap hidrokarbon dengan mencampurkan alkohol dengan parafin dari golongan senyawa metana ini diperoleh dua hasil yang menunjukkan perbedaan, pada tabung reaksi satu larutan terdapat dua fasa berwarna bening dengan bagian yang berbentuk cembung dan tabung reaksi kedua berbentuk cekung ketika dilakukan penambahan air.
Kata Kunci : Alkohol alifatik, Air, Hidrokarbon, Misibilitas dan  Reagen Lucas

I.                   PENDAHULUAN
Senyawa hidrokarbon merupakan derivat hidrokarbon yang molekulnya mengandung gugus karboksil (-OH) sebagai ganti atom hidrogennya. Alkohol adalah senyawa organik dengan formula R-OH, yang mengandung kumpulan hidroksil –OH yang terikat pada atom karbon sedangkan R adalah kumpulan alkil. Alkohol mempunyai titik didih yang lebih tinggi dibandingkan alkana yang jumlah atomnya sama (Keenan, dkk, 1996; Sanjani, 2005).
Alkohol merupakan senyawa seperti air yang satu hidrogennya diganti oleh rantai atau cincin hidrokarbon. Sifat fisis alkohol, alkohol mempunyai titik didih yang tinggi dibandingkan alkana-alkana yang jumlah atom C nya sama. Hal ini disebabkan antara molekul alkohol membentuk ikatan hidrogen. Rumus umum alkohol R-OH, dengan R adalah suatu alkil baik alifatis maupun siklik. Dalam alkohol, semakin banyak cabang semakin rendah titik didihnya. Sedangkan dalam air, metanol, etanol, propanol mudah larut dan hanya butanol yang sedikit larut. Alkohol dapat berupa cairan encer dan mudah bercampur dengan air dalam segala perbandingan (Brady, 1999; Halim, dkk, 2006).
Alkohol secara luas digunakan sebagai pelarut, contohnya dalam pembuatan parfum. Selain digunakan sebagai pelarut, alkohol juga digunakan sebagai antiseptik. Masyarakat biasanya mengenal alkohol sebagai minuman keras. Dalam skala lab, alkohol sering digunakan sebagai senyawa lain yang lebih berguna (Kusuma, 1983).
Alkohol dapat dikelompokkan sebagai alkohol primer, sekunder, dan tersier, tergantung pada banyaknya atom karbon yang mempunyai gugus –OH. Jika satu karbon terikat pada atom karbon ini, maka alkohol itu adalah primer, jika dua karbon adalah alkohol sekunder, dan jika terikat tiga karbon, alkohol itu tersier (Keenan, dkk, 1996).
Suatu alkohol primer dapat dioksidasi menjadi aldehida atau asam karboksilat. Alkohol sekunder dapat dioksidasi menjadi keton. Sedangkan pada alkohol menolak oksidasi dengan larutan basa, dalam larutan asam alkohol mengalami dehidrasi menghasilkan alkena yang kemudian dioksidasi (Fessenden dan Fessenden, 1992).
Prinsip dari percobaan ini adalah reaksi dan karakterisasi alkohol alifatik terhadap beberapa senyawa, dengan mencampurkan alkohol dengan air dan alkohol dengan hidrokarbon untuk mengetahui misibilitasnya. Sedangkan untuk membedakan alkohol primer, sekunder dan tersier dapat dilakukan dengan mereaksikan dengan reagen lucas.

II.                METODOLOGI
2.1      Alat dan bahan
2.1.1         Alat
Alat-alat yang digunakan pada percobaan ini adalah batang pengaduk, botol semprot, bulb, buret, gelas beaker, cawan petri, labu alas datar, pipet tetes, pipet ukur, statif, spatula dan tabung reaksi.
2.1.2        Bahan
Bahan-bahan yang digunakan pada percobaan ini adalah akuades, etanol, iso-propil alkohol, n-butil alkohol, natrium hidroksida, natrium karbonat, natrium klorida, parafin, tert-butil alkohol, dan reagen lucas.
2.2      Rangkaian Alat
Gambar 2.2.1 Proses Titrasi
2.3      Prosedur Kerja
2.3.1 Misibilitas Alkohol Dengan Air
Dipipet dan dimasukkan 3,1 mL n-butil alkohol kedalam labu alas datar. Ditambahkan air yang berada didalam buret dan dicatat volume air. Didapat volume air 4 mL. Didekantasi dan diambil lapisan atasnya (butanol). Disiapkan 3 buah tabung reaksi, masing-masing tabung reaksi diisi dengan lapisan atas (butanol) dan masing-masing tabung ditambah 1 gram natrium klorida, 1 gram natrium karbonat, dan 1 gram natrium hidroksida. Dicatat dan diamati perubahan yang terjadi. Kemudian masing-masing tabung ditambahkan dengan air. Diamati perubahan yang terjadi di setiap tabung reaksi.
2.3.2 Misibilitas Alkohol Dengan Hidrokarbon
Dipipet sebanyak 2 mL parafin cair dan dipipet juga etanol sebanyak 2 mL. Dicampur parafin cair 2 mL dengan etanol 2 mL didalam tabung reaksi. Ditentukan apakah bercampur atau tidak. Diamati apa yang terjadi, setelah itu ditambah air dikocok dan diamati perubahan apa yang terjadi.
2.3.3 Reaksi Dengan Reagen Lucas
Dipipet sebanyak 1 mL alkohol dan dimasukkan ke tabung reaksi. Ditambahkan reagen lucas sebanyak 1 mL. Dikocok dan didiamkan selama 5 menit. Dilakukan tes uji larutan lucas ke iso-propil alkohol, n-butil alkohol, dan tert-butil alkohol.
III.             HASIL DAN PEMBAHASAN
3.1 Tabel Pengamatan
3.1.1 Misibilitas Alkohol dengan Air
NO.
Perlakuan
Pengamatan
1.
Dipipet dan dimasukkan dalam labu alas datar
Butanol = 3,1 mL
NaCl = 1 gram
Na2CO3 = 1 gram
2.
Ditetesi dengan air dan dicatat volume air
NaOH = 1 gram
V air = 4 mL

3.
Didekantasi dan diambil bagian atas larutan
(terjadi emulsi) butanol + air
terdapat dua fase, lapisan bawah air, lapisan atas butanol
4.
Disiapkan 3 tabung reaksi dan diisi dengan lapisan atas dan natrium klorida, natrium karbonat, dan natrium hidroksida
Tabung 1 : butanol + NaOH, tidak larut, larutan kental + air maka larutan larut.
Tabung 2 : butanol + Na2CO3, tidak larut  + air maka larutan larut.

5.
Dicatat dan diamati perubahan yang tejadi
Tabung 3 : butanol + NaCl , tidak larut  + air maka larutan larut
6.
Ditambahkan dengan air, diamati perubahan yang terjadi pada setiap tabung reaksi
Lapisan atas butanol, lapisan bawah air

3.1.2 Misibilitas Alkohol dengan Hidrokarbon
NO.
Perlakuan
Pengamatan
1.
Dicampurkan parafin cair dengan etanol ke dalam tabung reaksi
Etanol = 2 mL
Parafin = 2 mL
Lapisan atas bawah parafin, lapisan atas etanol
2.
Ditambahkan dengan air dan dikocok
Setelah ditambah air, parafin di atas
3.
Diamati perubahan apa yang terjadi


3.1.3 Reaksi dengan Reagen Lucas
No.
Perlakuan
Pengamatan
1.
Dimasukkan alkohol ke dalam tabung reaksi dan segera ditambahkan reagen lucas
Reagen = 1 mL
Alkohol = 1 mL
2.
Dikocok dan didiamkan 5 menit

3.
Dilakukan uji terhadap iso-propil, n-butil alkohol, dan tert-butil alkohol
Primer lebih pekat (tidak bereaksi)
Sekunder bereaksi sebagian
Tersier bereaksi

3.2  Pembahasan
Alkohol alifatik merupakan cairan yang sifatnya sangat dipengaruhi oleh ikatan hidrogen. Dengan bertambah panjangnya rantai, pengaruh gugus hidroksil yang polar terhadap sifat molekul menurun. Sifat molekul yang seperti air berkurang, sebaliknya sifatnya lebih seperti hidrokarbon. Akibatnya alkohol dengan bobot molekul rendah cenderung larut dalam air, sedangkan alkohol berbobot molekul tinggi tidak demikian. Alkohol mendidih pada temperatur yang cukup tinggi (Petrucci, 1987).
Alkohol dapat dikelompokkan sebagai alkohol primer, sekunder, dan tersier, tergantung pada banyaknya atom karbon yang mempunyai gugus –OH. Jika satu karbon terikat pada atom karbon ini, maka alkohol itu adalah primer, jika dua karbon adalah alkohol sekunder, dan jika terikat tiga karbon, alkohol itu tersier (Keenan, dkk, 1996).
Suatu alkohol primer dapat dioksidasi menjadi aldehida atau asam karboksilat. Alkohol sekunder dapat dioksidasi menjadi keton. Sedangkan pada alkohol menolak oksidasi dengan larutan basa, dalam larutan asam alkohol mengalami dehidrasi menghasilkan alkena yang kemudian dioksidasi (Fessenden dan Fessenden, 1992).
3.2.1        Misibilitas Alkohol Dengan Air
Pembuatan misibilitas dengan dipipet dan dimasukkan 3,1 mL n-butil alkohol kedalam labu alas datar. Ditambahkan air yang berada didalam buret dan didapat volume air 4 mL. Terjadi emulsi antara butanol dan air. Setelah itu, didekantasi dan diambil lapisan atasnya (butanol). Disiapkan 3 buah tabung reaksi, masing-masing tabung reaksi diisi dengan lapisan atas (butanol) dan masing-masing tabung ditambah 1 gram natrium klorida, 1 gram natrium karbonat, dan 1 gram natrium hidroksida.
Gambar 3.1.1 Hasil Misibilitas Alkohol dengan Air
Tabung reaksi 1 yaitu diisi lapisan atas (butanol) + NaOH diperoleh larutan yang tidak larut dan kental, ketika ditambahkan air maka larutan kemudian larut. Tabung reaksi 2 yaitu diisi lapisan atas (butanol) + Na2CO3 diperoleh larutan yang tidak larut, ketika ditambahkan air maka larutan larut, lapisan atas berupa butanol dan lapisan bawah H2O. Tabung reaksi 3 yaitu diisi lapisan atas (butanol) + NaCl diperoleh larutan yang tidak larut, ketika ditambahkan air maka larutan larut. Pada percobaan ini digunakan metode titrasi, larutan butanol ditirasi dengan menggunakan air sampai terjadi emulsi, emulsi adalah suatu koloid yang fasa pendispersi dan fasa terdispersi adalah berupa cairan. Fasa emulsi yang terbentuk ini menandakan bahwa butanol sedikit larut dalam air.

Berdasarkan teori bahwa alkohol berbobot molekul rendah larut dalam air, sedangkan alkil halida tidak larut. Kelarutan dalam air ini langsung disebabkan oleh ikatan hidrogen antara alkohol dengan air (Fessenden dan Fessenden, 1992). Sehingga dapat dikatakan bahwa semakin panjang atom C dalam alkohol maka akan semakin sulit untuk larut dalam air dan sebaliknya semakin sedikit atom C maka akan semakin mudah larut dalam air. Dalam proses titrasi dilakukan pengocokan yang kuat hal ini untuk menghomogenkan larutan butanol dan air sehingga dapat membentuk emulsi.
Tujuan dari penambahan NaCl, Na2CO3 dan NaOH adalah untuk mengetahui karakteristik alkohol pada air. Hasil yang didapatkan adalah larutan tidak larut dalam natrium hidroksida, natrium karbonat dan natrium klorida, sehingga dapat dikatakan bahwa air yang ada dalam alkohol tersebut tidak larut dalam zat yang ditambahkan, ini terjadi karena adanya ikatan hidrogen antara air dan alkohol.
3.2.2 Misibilitas Alkohol Dengan Hidrokarbon
Pembuatan misibilitas alkohol dengan dipipet sebanyak 2 mL parafin cair dan dipipet juga etanol sebanyak 2 mL. Dicampur parafin cair 2 mL dengan etanol 2 mL didalam tabung reaksi. Ditentukan apakah bercampur atau tidak. Diamati apa yang terjadi, setelah itu ditambah air dikocok dan diamati perubahan apa yang terjadi. Hidrokarbon ini digunakan untuk mengetahui kelarutan alkohol didalam senyawa hidrokarbon dimana digunakan larutan parafin atau metana sebagai senyawa hidrokarbon. Makin panjang bagian hidrokarbon ini akan makin rnudah kelarutannya dalam air. Bila rantai karbon cukup panjang, sifat hidrofob ini akan mengalahkan sifat hidrofil gugus hidroksil.
Gambar  3.2.2 Parifin + etanol sebelum ditambah air
Dilakukan dengan cara mereaksikan parafin dengan etanol dan adanya ditambah air. Hasil yang didapatkan adalah larutan dengan 2 fasa yaitu larutan dengan bentuk fasa pembatas cembung dan fasa pembatas cekung, dengan larutan berwarna bening. Pada fasa cembung ini hasil dari reaksi parafin dan etanol menunjukan fasa pembatas yang cembung, dimana parafin berada dibawah dan etanol berada dibawah hal ini karena massa jenis parafin lebih berat dari massa jenis etanol. Fasa cembung yang dihasilkan karena adanya efek induksi penarik yaitu parafin cendrung tertarik oleh etanol sehingga membentuk fasa yang cembung dan adanya ikatan hidrogen antara parafin dan etanol, dimana molekul yang mempunyai elektron bebas dari etanol akan berikatan dengan salah satu atom H dari parafin. Parafin memiliki sifat non polar yang dikarenakan memiliki jumlah rantai C yang panjang dan sangat jenuh.
Gambar  3.2.2 Parifin + etanol sesudah ditambah air
Selanjutnya dengan menambahkan air terlihat bahwa fasa pembatas yang didapatkan adalah cekung, dengan warna larutan bening, dimana fasa atas adalah etanol fasa tengah adalah air sedangkan fasa bawah parafin. Perbedaan fasa ini disebabkan oleh masing-masing massa jenis zat yang menunjukan bahwa zat yang berada dibawah massa jenisnya lebih besar dari zat yang berada diatas. Bentuk cekung dari fasa pembatas yang didapatkan ini karena adanya efek induksi pendorong sehingga larutan yang berada diatas ini hanya bersifat sebagai pendorong sehingga tertarik kebawah. Reaksi ini juga dipengaruhi oleh ikatan hidrogen antar molekul air dan etanol sehingga air dan etanol dapat tercampur sedangkan denga parafin tidak tercampur (Fessenden dan Fessenden, 1992 ).
Ikatan hidrogen adalah sejenis gaya tarik antar molekul yang terjadi antara dua muatan parsial dengan polaritas yang berlawanan. Ikatan hidrogen terjadi ketika sebuah molekul memiliki pasangan elektron bebas, hidrogen dari molekul lain akan berinteraksi dengan pasangan elektron bebas ini membentuk suatu ikatan hidrogen (Keenan, dkk,1996).
Jika adhesi lebih besar daripada kohesi maka permukaan zat cair dalam tabung cekung yang diisi dengan air. Sebaliknya jika gaya kohesi lebih besar maka perubahan zat cair dalam tabung cembung. Adhesi adalah gaya tarik menarik antara molekul-molekul yang tidak sejenis. Kohesi adalah gaya tarik menarik antara molekul yang sejenis.
3.2.3 Reaksi Dengan Reagen Lucas
Reagen lucas merupakan suatu campuran asam klorida pekat dan seng klorida. Uji lucas dalam alkohol adalah tes untuk membedakan antara alkohol primer, sekunder dan tersier. Hal ini didasarkan pada perbedaan reaktivitas dari tiga kelas alkohol dengan halogen halida. Alkohol tersier bereaksi dengan reagen lucas untuk menghasilkan kekeruhan walaupun tanpa pemanasan, sementara alkohol sekunder melakukannya dengan pemanasan. Alkohol primer tidak bereaksi dengan reagen lucas (Basri, 2003).
Uji lucas digunakan untuk membedakan alkohol, alkohol primer, sekunder, dan tersier yang dapat larut dalam air. Reagen lucas merupakan suatu campuran asam klorida pekat dan seng klorida. Seng klorida adalah suatu asam lewis, yang ketika ditambahkan dalam asam klorida akan membuat larutan menjadi lebih asam. Alkohol tersier yang larut dalam air akan bereaksi dengan cepat dengan reagen lucas membentuk alkil klorida yang tak larut dalam larutan berair. Adapun pula alkohol tersier terindikasikan  dengan adanya pembentukan fasa cair kedua yang terpisah dari larutan semula di dalam tabung reaksi dengan segera setelah alkohol bereaksi. Alkohol sekunder berjalan lambat dan setelah pemanasan akan terbentuk fasa cair. Alkohol primer dan metanol tidak dapat bereaksi pada kondisi ini (Mulyono, 2006).
Gambar 3.2.3 Hasil Reaksi dengan Reagen Lucas
Pembuatan reaksi dengan reagen lucas dengan dipipet sebanyak 1 mL alkohol dan dimasukkan ke tabung reaksi. Ditambahkan reagen lucas sebanyak 1 mL. Dikocok dan didiamkan selama 5 menit. Dilakukan tes uji larutan lucas ke iso-propil alkohol, n-butil alkohol, dan tert-butil alkohol. Hasil yang didapatkan dari masing-masing larutan adalah ketiga larutan terdapat dua fasa yang berbeda dengan larutan berwarrna merah bata yang pekat berada dibawah dan larutan berwarna agak kehijauan berada diatas. Reaksi yang terjadi adalah reaksi substitusi dimana Cl menggantikan gugus hidroksil yang ditandai dengan warna yang menandakan kloro alkana. Penambahan iso-propil alkohol membentuk alkohol primer yang direaksikan dengan reagen lucas maka tidak akan menimbulkan reaksi. Penambahan n-butill alkohol membentuk alkohol sekunder dengan bereaksi sebagian dengan reagen lucas. Penambahan tert-butil alkohol membentuk alkohol tersier yang dapat bereaksi karena alkohol tersier yang tidak stabil dan alkilasi halida mengakibatkan pemutusan ikatan OH untuk berikatan dengan H. Lapisan bawah yaitu berupa reagen lucas ditambah dengan alkohol dan lapisan atasnya yaitu produk seperti alkohol primer, alkohol sekunder dan alkohol tersier.
 Alkohol tersier bereaksi dan alkil klorida tersier akan membentuk lapisan keruh yang terpisah. Alkohol sekunder bereaksi sangat cepat larut karena pembentukkan ion oksonium dan akhirnya terbentuk alkil klorida, Alkohol tersier yang larut dalam air akan bereaksi dengan cepat dengan reagen lucas membentuk alkil klorida yang tak larut dalam larutan berair. Sedangkan alkohol primer sukar untuk menjadi klorida dengan pereaksi lucas. Sehingga reaksi yang terbentuk  dalam percobaan ini hanya reaksi alkohol sekunder dan tersier (Day dan Underwood, 2002).

Mekanisme reaksi dengan reagen lucas :

Berdasarkan mekanisme diatas adalah reaksi alkohol primer, sekunder dan tersier. Dalam percobaan ini hanya terjadi reaksi alkohol primer dan alkohol sekunder, dapat dilihat bahwa reaksi yang terjadi adalah reaksi SN2. Reaksi SN2 adalah reaksi yang memerlukan katalis yang adanya penataan ulang dalam tahap-tahap reaksi. Reaksi SN2 menggunakan reagen lucas untuk menentukan alkohol primer, sekunder dan tersier. Reaksi diatas terjadi dengan adanya penataan ulang, dimana elektrofil OH- menyerang nukleofil H+ sehingga menjadi stabil, sehingga membentuk senyawa yang memiliki atom C yang elektronegatif yang menyebabkan Cl untuk menyerang atom C yang lebih dekat. Sehingga mengalami keadaan transisi dimana senyawa asal memilih untuk berikatan dengan OH atau dengan Cl, senyawa asal disini lebih memilih Cl sehingga membentuk klorobutena dan melepaskan OH.
Reaksi pada alkohol sekunder juga merupakan reaksi SN2 yaitu reaksi yang memerlukan penataan ulang. Dalam reaksi alcohol sekunder ini OH- menyerang H+sehingga menghasilkan produk OH2+. Proses penataaan ulang dimulai dengan masuknya Cl- menyerang OH2+ dan memutuskan ikatan dengan H2O membentuk produk 2-klorobutena. Sama seperti alkohol primer dan sekunder, reaksi yang terjadi pada akohol tersier adalah reaksi SN2 dengan adanya penataan ulang. Dimana atom OH- menyerang H+ sehingga menghasilkan produk OH2+. Proses penataaan ulang terjadi ketika masuknya molekul Cl- menyerang OH2+ dan menggantikan ikatan dengan H2O menghasilkan produk 2-kloro-2-metilpropana.
IV.             KESIMPULAN DAN SARAN
4.1  Simpulan
Berdasarkan percobaan yang dilakukan dapat disimpulkan bahwa :
a.         Reaksi dan karakterisasi alcohol alifatik dapat dilakukan dengan uji lucas untuk mengetahui penggolongan alkohol primer, sekunder, dan tersier.
b.        Karakterisasi alkohol dapat diketahui dengan misibilitas alkohol terhadap air dan terhadap hidrokarbon untuk mengetahui kelarutannya.
4.2  Saran
Adapun saran pada percobaan ini adalah digunakan metanol sebagai pengganti etanol, karena metanol lebih polar daripada etanol yang dilihat dari panjang rantai karbonnya.
DAFTAR PUSTAKA
Basri, S., 2003. Kamus Kimia. Rineka Cipta. Jakarta
Brady, J.E., 1999. Kimia Universitas Asas dan Struktur. Edisi 5. Erlangga. Jakarta
Day R, A., dan Underwood A,L., 2002. Analisis Kimia Kuantitatif. Alih Bahasa : A.H. Pudjaatmaka. Erlangga. Jakarta
Fessenden, J.R. dan Fessenden  J.S., 1992. Kimia Organik. Ab : A.H. Pudjaatmaka. Erlangga. Jakarta
Halim, H., Fakhrurrazy, Yuliastuti, Dwi C.R.S, Rina S., 2006. Pemberian Alkohol Peroral secara kronis menurunkan kepadatan Sel Granula Cerebellum pada tikus putih (Rattus Norvegicus) Jantan Dewasa. Jurnal Anatomi Indonesia. Vol.01. Hal.19-24.
Kusuma, S., 1983. Pengetahuan Bahan-Bahan. Erlangga. Jakarta.
Mulyono, H.A.M., 2006. Kamus Kimia. Bumi Aksara. Jakarta.
Petrucci R.H., 1987. Kimia Dasar : Prinsip Dan Terapan Makro. Alih Bahasa : Suminar Achmadi. Erlangga. Jakarta
Sanjani, B., 2005. Kamus Kimia. Rineka Cipta. Jakarta.



Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Designed By