ABSTRAK
Telah
dilakukan percobaan reaksi dan karakterisasi alkohol alifatik. Dalam percobaan
ini untuk mengenali karakterisasi alkohol alifatik dilakukan pengujian
menggunakan beberapa turunan alkohol yaitu butanol, iso-propanol dan tert-butanol
dengan menggunakan uji lucas untuk menentukan golongan alkohol primer, alkohol
sekuder dan alkohol tersier terbentuk dua lapisan larutan coklat pada bagian
bawah dan hijau pada lapisan atas, sedangkan untuk menentukan misibilitas
alkohol terhadap air menggunakan metode titrasi dengan larutan standar air hasilnya
yaitu lapisan atas (butanol) ditambahkan dengan NaCl, Na2CO3 dan
NaOH tidak larut. Penambahan air pada NaCl, Na2CO3, dan NaOH
membuat larutan menjadi larut. Misibilitas alkohol terhadap hidrokarbon dengan
mencampurkan alkohol dengan parafin dari golongan senyawa metana ini diperoleh
dua hasil yang menunjukkan perbedaan, pada tabung reaksi satu larutan terdapat
dua fasa berwarna bening dengan bagian yang berbentuk cembung dan tabung reaksi
kedua berbentuk cekung ketika dilakukan penambahan air.
Kata
Kunci : Alkohol alifatik, Air, Hidrokarbon, Misibilitas dan Reagen Lucas
I.
PENDAHULUAN
Senyawa
hidrokarbon merupakan derivat hidrokarbon yang molekulnya mengandung gugus
karboksil (-OH) sebagai ganti atom hidrogennya. Alkohol adalah senyawa organik
dengan formula R-OH, yang mengandung kumpulan hidroksil –OH yang terikat pada
atom karbon sedangkan R adalah kumpulan alkil. Alkohol mempunyai titik didih
yang lebih tinggi dibandingkan alkana yang jumlah atomnya sama (Keenan, dkk,
1996; Sanjani, 2005).
Alkohol
merupakan senyawa seperti air yang satu hidrogennya diganti oleh rantai atau
cincin hidrokarbon. Sifat fisis alkohol, alkohol mempunyai titik didih yang
tinggi dibandingkan alkana-alkana yang jumlah atom C nya sama. Hal ini
disebabkan antara molekul alkohol membentuk ikatan hidrogen. Rumus umum alkohol
R-OH, dengan R adalah suatu alkil baik alifatis maupun siklik. Dalam alkohol,
semakin banyak cabang semakin rendah titik didihnya. Sedangkan dalam air,
metanol, etanol, propanol mudah larut dan hanya butanol yang sedikit larut.
Alkohol dapat berupa cairan encer dan mudah bercampur dengan air dalam segala
perbandingan (Brady, 1999; Halim, dkk, 2006).
Alkohol
secara luas digunakan sebagai pelarut, contohnya dalam pembuatan parfum. Selain
digunakan sebagai pelarut, alkohol juga digunakan sebagai antiseptik.
Masyarakat biasanya mengenal alkohol sebagai minuman keras. Dalam skala lab,
alkohol sering digunakan sebagai senyawa lain yang lebih berguna (Kusuma,
1983).
Alkohol
dapat dikelompokkan sebagai alkohol primer, sekunder, dan tersier, tergantung
pada banyaknya atom karbon yang mempunyai gugus –OH. Jika satu karbon terikat
pada atom karbon ini, maka alkohol itu adalah primer, jika dua karbon adalah
alkohol sekunder, dan jika terikat tiga karbon, alkohol itu tersier (Keenan,
dkk, 1996).
Suatu
alkohol primer dapat dioksidasi menjadi aldehida atau asam karboksilat. Alkohol
sekunder dapat dioksidasi menjadi keton. Sedangkan pada alkohol menolak
oksidasi dengan larutan basa, dalam larutan asam alkohol mengalami dehidrasi
menghasilkan alkena yang kemudian dioksidasi (Fessenden dan Fessenden, 1992).
Prinsip dari percobaan
ini adalah reaksi dan karakterisasi alkohol alifatik terhadap beberapa senyawa,
dengan mencampurkan alkohol dengan air dan alkohol dengan hidrokarbon untuk
mengetahui misibilitasnya. Sedangkan untuk membedakan alkohol primer, sekunder
dan tersier dapat dilakukan dengan mereaksikan dengan reagen lucas.
II.
METODOLOGI
2.1
Alat
dan bahan
2.1.1
Alat
Alat-alat
yang digunakan pada percobaan ini adalah batang pengaduk, botol semprot, bulb,
buret, gelas beaker, cawan petri, labu alas datar, pipet tetes, pipet ukur,
statif, spatula dan tabung reaksi.
2.1.2
Bahan
Bahan-bahan yang digunakan pada
percobaan ini adalah akuades, etanol, iso-propil
alkohol, n-butil alkohol, natrium
hidroksida, natrium karbonat, natrium klorida, parafin, tert-butil alkohol, dan reagen lucas.
2.2 Rangkaian Alat
Gambar 2.2.1 Proses Titrasi
2.3 Prosedur Kerja
2.3.1
Misibilitas Alkohol Dengan Air
Dipipet dan dimasukkan 3,1 mL n-butil
alkohol kedalam labu alas datar. Ditambahkan air yang berada didalam buret dan
dicatat volume air. Didapat volume air 4 mL. Didekantasi dan diambil lapisan
atasnya (butanol). Disiapkan 3 buah tabung reaksi, masing-masing tabung reaksi
diisi dengan lapisan atas (butanol) dan masing-masing tabung ditambah 1 gram
natrium klorida, 1 gram natrium karbonat, dan 1 gram natrium hidroksida.
Dicatat dan diamati perubahan yang terjadi. Kemudian masing-masing tabung
ditambahkan dengan air. Diamati perubahan yang terjadi di setiap tabung reaksi.
2.3.2 Misibilitas
Alkohol Dengan Hidrokarbon
Dipipet sebanyak 2 mL parafin cair dan
dipipet juga etanol sebanyak 2 mL. Dicampur parafin cair 2 mL dengan etanol 2
mL didalam tabung reaksi. Ditentukan apakah bercampur atau tidak. Diamati apa
yang terjadi, setelah itu ditambah air dikocok dan diamati perubahan apa yang
terjadi.
2.3.3
Reaksi Dengan Reagen Lucas
Dipipet sebanyak 1 mL alkohol dan
dimasukkan ke tabung reaksi. Ditambahkan reagen lucas sebanyak 1 mL. Dikocok
dan didiamkan selama 5 menit. Dilakukan tes uji larutan lucas ke iso-propil alkohol, n-butil alkohol, dan tert-butil
alkohol.
III.
HASIL
DAN PEMBAHASAN
3.1 Tabel Pengamatan
3.1.1 Misibilitas Alkohol dengan
Air
NO.
|
Perlakuan
|
Pengamatan
|
1.
|
Dipipet dan dimasukkan dalam labu alas datar
|
Butanol = 3,1 mL
NaCl = 1 gram
Na2CO3 = 1 gram
|
2.
|
Ditetesi dengan air dan dicatat volume air
|
NaOH = 1 gram
V air = 4 mL
|
3.
|
Didekantasi dan diambil bagian atas larutan
|
(terjadi emulsi) butanol + air
terdapat dua fase, lapisan bawah air, lapisan atas
butanol
|
4.
|
Disiapkan 3 tabung reaksi dan diisi dengan lapisan
atas dan natrium klorida, natrium karbonat, dan natrium hidroksida
|
Tabung 1 : butanol + NaOH, tidak larut, larutan
kental + air maka larutan larut.
Tabung 2 : butanol + Na2CO3,
tidak larut + air maka larutan larut.
|
5.
|
Dicatat dan diamati perubahan yang tejadi
|
Tabung 3 : butanol + NaCl , tidak larut + air maka larutan larut
|
6.
|
Ditambahkan dengan air, diamati perubahan yang
terjadi pada setiap tabung reaksi
|
Lapisan atas butanol, lapisan bawah air
|
3.1.2 Misibilitas Alkohol dengan
Hidrokarbon
NO.
|
Perlakuan
|
Pengamatan
|
1.
|
Dicampurkan parafin cair dengan etanol ke dalam
tabung reaksi
|
Etanol = 2 mL
Parafin = 2 mL
Lapisan atas bawah parafin, lapisan atas etanol
|
2.
|
Ditambahkan dengan air dan dikocok
|
Setelah ditambah air, parafin di atas
|
3.
|
Diamati perubahan apa yang terjadi
|
|
3.1.3 Reaksi dengan Reagen Lucas
No.
|
Perlakuan
|
Pengamatan
|
1.
|
Dimasukkan alkohol ke dalam tabung reaksi dan
segera ditambahkan reagen lucas
|
Reagen = 1 mL
Alkohol = 1 mL
|
2.
|
Dikocok dan didiamkan 5 menit
|
|
3.
|
Dilakukan uji terhadap iso-propil, n-butil
alkohol, dan tert-butil alkohol
|
Primer lebih pekat (tidak bereaksi)
Sekunder bereaksi sebagian
Tersier bereaksi
|
3.2 Pembahasan
Alkohol alifatik merupakan cairan
yang sifatnya sangat dipengaruhi oleh ikatan hidrogen. Dengan bertambah
panjangnya rantai, pengaruh gugus hidroksil yang polar terhadap sifat molekul
menurun. Sifat molekul yang seperti air berkurang, sebaliknya sifatnya lebih
seperti hidrokarbon. Akibatnya alkohol dengan bobot molekul rendah cenderung
larut dalam air, sedangkan alkohol berbobot molekul tinggi tidak demikian.
Alkohol mendidih pada temperatur yang cukup tinggi (Petrucci, 1987).
Alkohol
dapat dikelompokkan sebagai alkohol primer, sekunder, dan tersier, tergantung
pada banyaknya atom karbon yang mempunyai gugus –OH. Jika satu karbon terikat
pada atom karbon ini, maka alkohol itu adalah primer, jika dua karbon adalah
alkohol sekunder, dan jika terikat tiga karbon, alkohol itu tersier (Keenan,
dkk, 1996).
Suatu alkohol primer dapat
dioksidasi menjadi aldehida atau asam karboksilat. Alkohol sekunder dapat
dioksidasi menjadi keton. Sedangkan pada alkohol menolak oksidasi dengan
larutan basa, dalam larutan asam alkohol mengalami dehidrasi menghasilkan
alkena yang kemudian dioksidasi (Fessenden dan Fessenden, 1992).
3.2.1
Misibilitas
Alkohol Dengan Air
Pembuatan misibilitas dengan
dipipet dan dimasukkan 3,1 mL n-butil alkohol kedalam labu alas datar.
Ditambahkan air yang berada didalam buret dan didapat volume air 4 mL. Terjadi
emulsi antara butanol dan air. Setelah itu, didekantasi dan diambil lapisan
atasnya (butanol). Disiapkan 3 buah tabung reaksi, masing-masing tabung reaksi
diisi dengan lapisan atas (butanol) dan masing-masing tabung ditambah 1 gram
natrium klorida, 1 gram natrium karbonat, dan 1 gram natrium hidroksida.
Gambar 3.1.1 Hasil
Misibilitas Alkohol dengan Air
Tabung reaksi 1 yaitu diisi lapisan
atas (butanol) + NaOH diperoleh larutan yang tidak larut dan kental, ketika
ditambahkan air maka larutan kemudian larut. Tabung reaksi 2 yaitu diisi
lapisan atas (butanol) + Na2CO3 diperoleh larutan yang
tidak larut, ketika ditambahkan air maka larutan larut, lapisan atas berupa
butanol dan lapisan bawah H2O. Tabung reaksi 3 yaitu diisi lapisan
atas (butanol) + NaCl diperoleh larutan yang tidak larut, ketika ditambahkan
air maka larutan larut. Pada percobaan ini digunakan metode titrasi, larutan
butanol ditirasi dengan menggunakan air sampai terjadi emulsi, emulsi adalah
suatu koloid yang fasa pendispersi dan fasa terdispersi adalah berupa cairan.
Fasa emulsi yang terbentuk ini menandakan bahwa butanol sedikit larut dalam air.
Berdasarkan
teori bahwa alkohol
berbobot molekul rendah larut dalam air, sedangkan alkil halida tidak larut. Kelarutan
dalam air ini langsung disebabkan oleh ikatan hidrogen antara alkohol dengan
air (Fessenden dan Fessenden, 1992).
Sehingga dapat dikatakan bahwa semakin panjang atom C dalam
alkohol maka akan semakin sulit untuk larut dalam air dan sebaliknya semakin
sedikit atom C maka akan semakin mudah larut dalam air. Dalam proses titrasi
dilakukan pengocokan yang kuat hal ini untuk menghomogenkan larutan butanol dan
air sehingga dapat membentuk emulsi.
Tujuan
dari penambahan NaCl, Na2CO3 dan NaOH adalah untuk mengetahui
karakteristik alkohol pada air. Hasil yang didapatkan adalah larutan tidak
larut dalam natrium hidroksida, natrium karbonat dan natrium klorida, sehingga
dapat dikatakan bahwa air yang ada dalam alkohol tersebut tidak larut dalam zat
yang ditambahkan, ini terjadi karena adanya ikatan hidrogen antara air dan alkohol.
3.2.2
Misibilitas Alkohol Dengan Hidrokarbon
Pembuatan misibilitas alkohol dengan dipipet
sebanyak 2 mL parafin cair dan dipipet juga etanol sebanyak 2 mL. Dicampur
parafin cair 2 mL dengan etanol 2 mL didalam tabung reaksi. Ditentukan apakah
bercampur atau tidak. Diamati apa yang terjadi, setelah itu ditambah air
dikocok dan diamati perubahan apa yang terjadi. Hidrokarbon ini digunakan untuk
mengetahui kelarutan alkohol didalam senyawa hidrokarbon dimana digunakan
larutan parafin atau metana sebagai senyawa hidrokarbon. Makin panjang bagian hidrokarbon ini
akan makin rnudah kelarutannya dalam air. Bila rantai karbon cukup panjang,
sifat hidrofob ini akan mengalahkan sifat hidrofil gugus hidroksil.
Gambar 3.2.2 Parifin + etanol sebelum ditambah air
Dilakukan dengan cara mereaksikan parafin
dengan etanol dan adanya ditambah air. Hasil yang didapatkan adalah larutan
dengan 2 fasa yaitu larutan dengan bentuk fasa pembatas cembung dan fasa
pembatas cekung, dengan larutan berwarna bening. Pada fasa cembung ini hasil
dari reaksi parafin dan etanol menunjukan fasa pembatas yang cembung, dimana
parafin berada dibawah dan etanol berada dibawah hal ini karena massa jenis
parafin lebih berat dari massa jenis etanol. Fasa cembung yang dihasilkan
karena adanya efek induksi penarik yaitu parafin cendrung tertarik oleh etanol
sehingga membentuk fasa yang cembung dan adanya ikatan hidrogen antara parafin
dan etanol, dimana molekul yang mempunyai elektron bebas dari etanol akan
berikatan dengan salah satu atom H dari parafin. Parafin memiliki sifat non
polar yang dikarenakan memiliki jumlah rantai C yang panjang dan sangat jenuh.
Gambar 3.2.2 Parifin + etanol sesudah ditambah air
Selanjutnya dengan menambahkan air
terlihat bahwa fasa pembatas yang didapatkan adalah cekung, dengan warna
larutan bening, dimana fasa atas adalah etanol fasa tengah adalah air sedangkan
fasa bawah parafin. Perbedaan fasa ini disebabkan oleh masing-masing massa
jenis zat yang menunjukan bahwa zat yang berada dibawah massa jenisnya lebih
besar dari zat yang berada diatas. Bentuk cekung dari fasa pembatas yang
didapatkan ini karena adanya efek induksi pendorong sehingga larutan yang
berada diatas ini hanya bersifat sebagai pendorong sehingga tertarik kebawah.
Reaksi ini juga dipengaruhi oleh ikatan hidrogen antar molekul air dan etanol
sehingga air dan etanol dapat tercampur sedangkan denga parafin tidak tercampur
(Fessenden dan Fessenden, 1992 ).
Ikatan hidrogen adalah sejenis gaya
tarik antar molekul
yang terjadi antara dua muatan parsial dengan polaritas yang berlawanan. Ikatan
hidrogen terjadi ketika sebuah molekul memiliki pasangan elektron bebas,
hidrogen dari molekul lain akan berinteraksi dengan pasangan elektron bebas ini
membentuk suatu ikatan hidrogen (Keenan, dkk,1996).
Jika
adhesi lebih besar daripada kohesi maka permukaan zat cair dalam tabung cekung
yang diisi dengan air. Sebaliknya jika gaya kohesi lebih besar maka perubahan
zat cair dalam tabung cembung. Adhesi adalah gaya tarik menarik antara
molekul-molekul yang tidak sejenis. Kohesi adalah gaya tarik menarik antara
molekul yang sejenis.
3.2.3
Reaksi Dengan Reagen Lucas
Reagen
lucas merupakan suatu campuran asam klorida pekat dan seng klorida.
Uji lucas dalam alkohol adalah tes untuk membedakan antara alkohol primer,
sekunder dan tersier. Hal ini didasarkan pada perbedaan reaktivitas dari tiga
kelas alkohol dengan halogen halida. Alkohol tersier bereaksi dengan reagen
lucas untuk menghasilkan kekeruhan walaupun tanpa pemanasan, sementara alkohol
sekunder melakukannya dengan pemanasan. Alkohol primer tidak bereaksi dengan
reagen lucas (Basri, 2003).
Uji lucas digunakan untuk
membedakan alkohol, alkohol primer, sekunder, dan tersier yang dapat larut
dalam air. Reagen lucas merupakan suatu campuran asam klorida pekat dan seng
klorida. Seng klorida adalah suatu asam lewis, yang ketika ditambahkan dalam
asam klorida akan membuat larutan menjadi lebih asam. Alkohol tersier yang
larut dalam air akan bereaksi dengan cepat dengan reagen lucas membentuk alkil
klorida yang tak larut dalam larutan berair. Adapun pula alkohol tersier
terindikasikan dengan adanya pembentukan
fasa cair kedua yang terpisah dari larutan semula di dalam tabung reaksi dengan
segera setelah alkohol bereaksi. Alkohol sekunder berjalan lambat dan setelah
pemanasan akan terbentuk fasa cair. Alkohol primer dan metanol tidak dapat
bereaksi pada kondisi ini (Mulyono, 2006).
Gambar 3.2.3 Hasil Reaksi dengan Reagen Lucas
Pembuatan
reaksi dengan reagen lucas dengan dipipet sebanyak 1 mL
alkohol dan dimasukkan ke tabung reaksi. Ditambahkan reagen lucas sebanyak 1
mL. Dikocok dan didiamkan selama 5 menit. Dilakukan tes uji larutan lucas ke iso-propil alkohol, n-butil alkohol, dan tert-butil
alkohol. Hasil yang didapatkan dari masing-masing larutan adalah ketiga larutan
terdapat dua fasa yang berbeda dengan larutan berwarrna merah bata yang pekat
berada dibawah dan larutan berwarna agak kehijauan berada diatas. Reaksi yang
terjadi adalah reaksi substitusi dimana Cl menggantikan gugus hidroksil yang
ditandai dengan warna yang menandakan kloro alkana. Penambahan iso-propil
alkohol membentuk alkohol primer yang direaksikan dengan reagen lucas maka
tidak akan menimbulkan reaksi. Penambahan n-butill alkohol membentuk alkohol sekunder
dengan bereaksi sebagian dengan reagen lucas. Penambahan tert-butil alkohol
membentuk alkohol tersier yang dapat bereaksi karena alkohol tersier yang tidak
stabil dan alkilasi halida mengakibatkan pemutusan ikatan OH untuk berikatan
dengan H. Lapisan bawah yaitu berupa reagen lucas ditambah dengan alkohol dan
lapisan atasnya yaitu produk seperti alkohol primer, alkohol sekunder dan
alkohol tersier.
Alkohol tersier bereaksi dan alkil klorida
tersier akan membentuk lapisan keruh yang terpisah. Alkohol sekunder bereaksi
sangat cepat larut karena pembentukkan ion oksonium dan akhirnya terbentuk
alkil klorida, Alkohol tersier yang larut dalam air akan bereaksi dengan cepat
dengan reagen lucas membentuk alkil klorida yang tak larut dalam larutan
berair. Sedangkan alkohol primer sukar untuk menjadi klorida dengan pereaksi
lucas. Sehingga reaksi yang terbentuk
dalam percobaan ini hanya reaksi alkohol sekunder dan tersier (Day dan
Underwood, 2002).
Mekanisme reaksi dengan reagen lucas :
Berdasarkan mekanisme diatas adalah
reaksi alkohol primer, sekunder dan tersier. Dalam percobaan ini hanya terjadi
reaksi alkohol primer dan alkohol sekunder, dapat dilihat bahwa reaksi yang
terjadi adalah reaksi SN2. Reaksi SN2 adalah reaksi yang
memerlukan katalis yang adanya penataan ulang dalam tahap-tahap reaksi. Reaksi
SN2 menggunakan reagen lucas untuk menentukan alkohol primer,
sekunder dan tersier. Reaksi diatas terjadi dengan adanya penataan ulang,
dimana elektrofil OH- menyerang nukleofil H+ sehingga
menjadi stabil, sehingga membentuk senyawa yang memiliki atom C yang elektronegatif
yang menyebabkan Cl untuk menyerang atom C yang lebih dekat. Sehingga mengalami
keadaan transisi dimana senyawa asal memilih untuk berikatan dengan OH atau
dengan Cl, senyawa asal disini lebih memilih Cl sehingga membentuk klorobutena
dan melepaskan OH.
Reaksi pada alkohol sekunder juga
merupakan reaksi SN2 yaitu reaksi yang memerlukan penataan ulang. Dalam
reaksi alcohol sekunder ini OH- menyerang H+sehingga
menghasilkan produk OH2+. Proses penataaan ulang dimulai
dengan masuknya Cl- menyerang OH2+ dan
memutuskan ikatan dengan H2O membentuk produk 2-klorobutena. Sama
seperti alkohol primer dan sekunder, reaksi yang terjadi pada akohol tersier
adalah reaksi SN2 dengan adanya penataan ulang. Dimana atom OH-
menyerang H+ sehingga menghasilkan produk OH2+.
Proses penataaan ulang terjadi ketika masuknya molekul Cl- menyerang
OH2+ dan menggantikan ikatan dengan H2O
menghasilkan produk 2-kloro-2-metilpropana.
IV.
KESIMPULAN
DAN SARAN
4.1 Simpulan
Berdasarkan percobaan
yang dilakukan dapat disimpulkan bahwa :
a.
Reaksi dan karakterisasi alcohol
alifatik dapat dilakukan dengan uji lucas untuk mengetahui penggolongan alkohol
primer, sekunder, dan tersier.
b.
Karakterisasi alkohol dapat diketahui
dengan misibilitas alkohol terhadap air dan terhadap hidrokarbon untuk mengetahui
kelarutannya.
4.2 Saran
Adapun saran pada percobaan ini
adalah digunakan metanol sebagai pengganti etanol, karena metanol lebih polar
daripada etanol yang dilihat dari panjang rantai karbonnya.
DAFTAR
PUSTAKA
Basri, S., 2003.
Kamus Kimia. Rineka Cipta. Jakarta
Brady, J.E.,
1999. Kimia Universitas Asas dan Struktur.
Edisi 5. Erlangga. Jakarta
Day
R, A., dan Underwood A,L., 2002. Analisis
Kimia Kuantitatif. Alih Bahasa : A.H. Pudjaatmaka. Erlangga. Jakarta
Fessenden, J.R.
dan Fessenden J.S., 1992. Kimia Organik. Ab : A.H. Pudjaatmaka.
Erlangga. Jakarta
Halim, H.,
Fakhrurrazy, Yuliastuti, Dwi C.R.S, Rina S., 2006. Pemberian Alkohol Peroral secara kronis menurunkan kepadatan Sel
Granula Cerebellum pada tikus putih (Rattus Norvegicus) Jantan Dewasa.
Jurnal Anatomi Indonesia. Vol.01. Hal.19-24.
Kusuma, S.,
1983. Pengetahuan Bahan-Bahan.
Erlangga. Jakarta.
Mulyono, H.A.M.,
2006. Kamus Kimia. Bumi Aksara.
Jakarta.
Petrucci R.H.,
1987. Kimia Dasar : Prinsip Dan Terapan
Makro. Alih Bahasa : Suminar Achmadi. Erlangga. Jakarta
Sanjani, B., 2005. Kamus Kimia. Rineka Cipta. Jakarta.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar