Breaking News

Jumat, 06 November 2015

LAPORAN PRAKTIKUM DISTRIBUSI



ABSTRACT
Solute distribution in the two solvents are not intermingled that ait and diethyl ether, which by law Nerst distribution, if the two systems into a liquid phase that is not intermingled inserted solute insoluble in the second solvent, there will be division of solubility, due to differences in polarity between water (polar) and diethyl ether (non- polar), generating two layers of a layer of water below and above the ether layer by density owned by the two fluids , water of density= 0.0998 gr/cm3, and the density of the ether = 0.7134 gr/cm3. Addition of a solution of acetic acid and oxalic acid , so that the substance distributed between water and diethyl ether layer, the separation and separation results in the form of a layer of water is titrated with NaOH standard with the help of indicators PP. Obtained results of calculations to find the value of the constant distributions of the experiments conducted . K values ​​for acetic acid solution at a concentration of each concentration of 0.221 respectively; 0.106 and 0.179. Average K value is 0.16867. K values ​​for oxalic acid solution at a concentration of each concentration of 0.055 respectively; 0.012; 0.202. Obtained an average value of K is 0.08967.
Keywords: Water, Acetic Acid, Oxalic Acid, Diethyl ether and NaOH

ABSTRAK
Distribusi zat terlarut  ke dalam dua pelarut yang tidak saling bercampur yaitu ait dan dietil eter, dimana menurut hukum distribusi Nerst, jika ke dalam sistem dua fasa cair yang tidak saling bercampur dimasukkan solute yang tak dapat larut dalam kedua pelarut tersebut maka akan terjadi pembagian kelarutan, karena perbedaan kepolaran antara air (polar) dan dietil eter (non polar), menghasilkan dua lapisan berupa lapisan air dibawah dan lapisan eter diatas berdasarkan  densitas yang dimiliki oleh kedua cairan, massa jenis air = 0,0998 g/cm3, dan massa jenis eter = 0,7134 g/cm3. Penambahan zat berupa larutan asam asetat dan asam oksalat, sehingga zat terdistribusi antara lapisan air dan dietil eter, dilakukan pemisahan, dan hasil pisahan berupa lapisan airnya dititrasi dengan NaOH standar dengan bantuan indikator PP.Diperoleh hasil perhitungan untuk mencari nilai konstanta distribusi dari percobaan yang dilakukan. Nilai K untuk larutan asam asetat pada konsentrasi tiap-tiap konsentrasi secara berurutan sebesar 0,221; 0,106; dan 0,179. Nilai K rata-rata yaitu 0,16867. Nilai K untuk larutan asam oksalat pada konsentrasi tiap-tiap konsentrasi secara berurutan sebesar 0,055; 0,012; 0,202. Didapat nilai K rata-rata  yaitu 0,08967.
Kata kunci : Air, Asam asetat, Asam oksalat, Dietil eter, dan NaOH.

BAB I
PENDAHULUAN
1.1  Latar Belakang
Fenomena distribusi merupakan salah satu hal yang penting bagi seseorang kimiawan, ditambah berbagai faktor yang mempengaruhi cabang ilmu tersebut. Lebih khusus pengaruhnya terhadap distribusi zat terlarut pada dua pelarut yang tidak saling campur. Contoh hal-hal yang termasuk di dalam koefisien partisi ialah kerja obat pada tempat/organ target serta distribusi dan absorbsinya ke seluruh bagian tubuh sampai memberikan efek terapeutik. Koefisien distribusi didefenisikan sebagai suatu perbandingan kelarutan suatu zat (sampel) di dalam dua pelarut yang berbeda dan tidak saling bercampur, serta merupakan suatu harga tetap pada suhu tertentu.
Pada percobaan ini dilakukan penentuan harga konstanta distribusi dengan cara mencampur dua zat yang bersifat saling bertolak belakang/tidak saling bercampur. Dengan percobaan ini, diharapkan dapat mamahami kelarutan suatu zat dari dua pelarutyang tidak saling campur.
Molekul komponen-komponen larutan berinteraksi langsung dalam keadaan tercampur. Pada proses pelarutan, tarikan antar partikel komponen terpisah dan tergantikan dengan tarikan antara pelarut dengan zat terlarut. Terutama jika pelarut dan zat terlarut sama-sama polar, akan terbentuk struktur zat pelarut mengelilingi zat terlarut, hal ini memungkinkan interaksi antara zat terlarut dan pelarut tetap stabil (Oxtoby, dkk,2001).
1.2  Tujuan Percobaan
Mempelajari kelarutan suatu zat terlarut dalam dua pelarut yang tidak saling campur dan menentukan harga konstanta distribusinya.
1.3 Prinsip Percobaan
Penambahan suatu zat terlarut ke dalam dua pelarut yang tidak saling campur akan menyebabkan zat terlarut tersebut terdistribusi atau terbagi antara kedua pelarut tersebut dengan perbandingan tertentu. Distribusi zat terlarut ke dalam masing-masing pelarut ini sesuai dengan tingkat kepolarannya hingga mencapai titik kesetimbangan. Konstanta distribusi dapat ditentukan dengan melakukan titrasi air dengan larutan NaOH standar dan indikator pp. Ada penambahan zat ketiga berupa asam asetat dan asam oksalat, sehingga zat terdistribusi antara lapisan air dan dietil eter, dilakukan pemisahan dan hasil pisahan berupa air dititrasi dengan NaOH standar dengan bantuan indikator pp yang akan menunjukkan titik akhir titrasi.
CH3COOH + NaOH CH3COONa + H2O
C2H2O4.2H2O + 2NaOH  Na2C2O4 + 4H2O











BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Dasar Teori
2.1.1 Larutan
Larutan adalah campuran homogen zat terlarut dan pelarut. Larutan bisa berbentuk gas, padatan, dan cair. Pelarut berperan sebagai medium bagi zat terlarut serta berperan dalam reaksi kimia dalam larutan karena pengendapan atau penguraian. Pelarut yang umum digunakan adalah air (Chang, 2005).
2.1.2 Hukum Distribusi
Menurut hukum distribusi Nerst, bila ke dalam dua pelarut yang tidak saling bercampur dimasukkan solut yang dapat larut dalam kedua pelarut tersebut maka akan terjadi pembagian kelarutan. Dalam praktek solute akan terdistribusi dengan sendirinya ke dalam dua pelarut tersebut setelah dikocok dan dibiarkan terpisah. Perbandingan konsentrasi solut di dalam kedua pelarut tersebut tetap, dan merupakan suatu tetapan pada suhu tetap. Tetapan tersebut disebut tetapan distribusi atau koefisien distribusi. Koefisien distribusi dinyatakan dengan rumus sebagai berikut (Purwani, 2008):
Kd =  atau Kd =
Distribusi zat terlarut antara air dan pelarut organik telah menjadi subjek banyak penelitiaan di banyak ilmu sains. Sejak ditemukannya hubungan yang sederhana, antara lain distribusi minyak/cairan atau koefisien distribusi cairan (Tomlinson, 1986).
2.1.3 Ekstraksi Pelarut
Ekstraksi adalah pemisahan dan penarikan komponen campuran dari campuran lainnya. Ekstraksi campuran-campuran merupakan suatu teknik dimana suatu larutan dibuat bersentuhan dengan suatu pelarut lain (pelarut kedua) yang tidak tercampurkan dan menimbulkan perpindahan satu atau lebih zat terlarut ke dalam pelarut kedua tersebut (Basset, dkk,1994).
Sebuah proses ekstraksi pelarut bertujuan untuk mengekstrak zat terlarut dari suatu fasa cair yang lain. Hal ini dapat dilakukan untuk memisahkan dua zat terlarut yang berbeda atau untuk memurnikan fasa cair dari kontaminasi (Engdahl, 2010).
2.1.4 Titrasi
Titrasi adalah salah satu teknik analisis yang memungkinkan untuk mengukur jumlah yang pasti dari suatu larutan dengan mereaksikannya dengan larutan lain yang konsentrasinya diketahui. Analisis semacam ini didasarkan pada pengukuran larutan pereaksi yang dibutuhkan untukbereaksi secara stoikiometri dengan zat yang ditentukan, analisis ini disebut analisis volumetri (Brady, 1999).
2.2 Analisis Bahan
2.2.1 Akuades ( H2O )
Akuades adalah air yang bersifat polar, pelarut organik yang baik, tidak berwarna, tidak berasa dan tidak berbau. Titik leleh akades 0oC dan titik didihnya 100oC (Kusuma, 1983).
2.2.2 Asam Asetat ( CH3COOH )
Asam asetat adalah larutan asam lemah dengan bau yang khas, menusuk tajam dan tak berwarna. Asam asetat dapat melarutkan banyak komponen organik, biasanya digunakan untuk sintesis organik komersial (O’neil, dkk,2001).
2.2.3 Asam Oksalat ( C2H204 )
Asam oksalat merupakan asam organik yang relatif kuat, 10.000 kali lebih kuat daripada asam asetat, dalam keadaan murni berupa senyawa kristal. Larut dalam air 18% pada suhu 10oC dan larut dalam alkohol (Kusuma, 1983).
2.2.4 Eter ( R-O-R )
Eter merupakan suatu senyawa yang dianggap sebagai suatu oksida dari gugus alkil. Eter merupakan pelarut organik yang sering dipakai dalam kestabilan. Eter memiliki titik leleh 116,3oC dan titik didih 34,6oC (Kusuma, 1983).
2.2.5 Indikator PP (Fenolphtalein)
Fenolphtalein adalah salah satu indikator titrasi asam basa, merupakan asam lemah yang tidak berwarna dan ion-ionnya berwarna merah muda. Fenolphtalein tidak berwarna pada pH dibawah 8 dan berwarna merah pada pH diatas 9,6 (Daintith, 1994).
2.2.6 Larutan NaOH standar
Natrium hidroksida merupakan kristal berwarna putih dan bersifat higroskopis (sangat mudah bereaksi dengan uap air di udara), larut dalam air dan etanol tetapi tidak dalam eter. NaOH termasuk senyawa beracun, memiliki titik leleh 318oC dan titik didih 1390oC (Daintith, 1994).










BAB III
METODOLOGI
3.1 Alat dan Bahan
Alat yang digunakan dalam praktikum ini adalah batang pengaduk, buret 50 ml 2 buah, corong pisah 250 ml 2 buah, erlenmeyer 250 ml 4 buah, gelas beaker 100 ml 2 buah, kaca arloji, pipet tetes, pipet volume 5 ml 1 buah, pipet volume 25 ml 1 buah, dan spatula.
Bahan yang digunakan adalah akuades, asam asetat, asam oksalat, dietel eter, indikator pp,dan  larutan NaOH standar.
3.2 Prosedur Kerja
Pertama-tama, dibuat larutan asam asetat, NaOH, dan asam oksalat. Dipipet 1,4 ml larutan asam asetat untuk membuat konsentrasi 0,5 M dalam 50  ml akuades, selanjutnya dilakukan pengenceran bertingkat untuk memperoleh asam asetat dengan variasi konsentrasi 0,25 M dan 0,125 M. Ditimbang 3,2 gram asam oksalat untuk membuat asam oksalat konsentrasi 0,5 M dalam 50 ml setelah itu divariasi 025 M dan 0125 M demikian pula untuk NaOH ditimbang 2 gram dan ditepatkan hingga 500 ml akuades.
Kemudian diamil 10 ml asam asetat salah satu kosentrasi dan ditambahkan eter 10 ml, kedua larutan tersebut dimasukkan kedalam corong pisah. Setelah itu dikocok sampai terjadi kesetimbangan selama 15 menit dan larutan terdistribusi dengan baik. Kemudian didiamkan sehingga terjadi pemisahan antara pelarut air dan eter. Setelah dipisahkan kedua lapisan dengan cara mengambil lapisan paling bawah sampai garis batas lapisan.
Selanjutnya, diambil 5 ml hasil pemisahan tersebut yang berupa lapisan air, ditambahkan indikator PP dan dititrasi dengan larutan standar NaOH. Dicatat perubahan yang terjadi, dan dicatat volume NaOH yang dipakai. Dilanjutkan lagi dengan variasi berikutnya yaitu 0,25 M dan 0,125 M.

3.3 Rangkaian Alat
titrasi.jpg


Keterangan  
                        1 : statif
                    2 : clamp
                    3 : buret
                    4 : erlenmeyer


Gambar 3.3.1 Rangkaian alat titrasi


Gambar 3.3.2 (a). Mengocok larutan asam asetat/asam oksalat dengan dietil eter
 (b). Rangkaian alat pemisahan larutan


BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Tabel Pengamatan
4.1.1 Standarisasi Larutan NaOH
No
Volume Asam Oksalat 0,5 M
Volume NaOH
1
2 ml
21 ml

4.1.2 Titrasi Lapisan Air pada Asam Asetat
No
Kosentrasi (M)
Volume NaOH
Perubahan Warna
1
0,5 M
33,8 ml
Merah muda
2
0,25 M
11,9 ml
Merah muda
3
0,125 M
5,6 ml
Merah muda

4.1.3 Titrasi Lapisan Air pada Asam Oksalat
No
Kosentrasi (M)
Volume NaOH
Perubahan Warna
1
0,5 M
50 ml
Merah muda
2
0,25 M
26 ml
Merah muda
3
0,125 M
11 ml
Merah muda

4.2 Pembahasan
4.2.1 Analisis Prosedur
Pada percobaan distribusi zat terlarut antara dua pelarut yang tidak saling campur, yang sebagai zat terlarut disini adalah asam asetat dan asam oksalat dan dua pelarut itu yaitu air dan eter. Dalam standarisasi NaOH, yang sebagai standarisasi primer yaitu asam oksalat dan yang sebagai standarisasi sekunder adalah larutan NaOH. Konsentrasi larutan NaOH yang digunakan yaitu 0,1 M dengan ditimbang 2 gram NaOH dan dilarutkan dengan akuades ke dalam 500 ml labu ukur. Kenapa dipakai larutan asam asetat dan asam oksalat dalam percobaan ini, sebab larutan asam asetat dan asam oksalat adalah sama-sama asam lemah, asam lemah biasanya cenderung bersifat semi polar, maka dari itu tidak menggunakan asam yang lain, apalagi mengunakan asam kuat.
Ekstraksi bertahap merupakan cara yang paling sederhana, murah dan sering digunakan untuk pemisahan analitik. Ekstraksi bertahap baik digunakan jika perbandingan distribusi besar. Alat pemisah yang biasa digunakan pada ekstraksi bertahap adalah corong pemisah. Caranya sangat mudah, yaitu cukup dengan menambahkan pelarut pengekstraksi yang tidak bercampur dengan pelarut semula, kemudian dilakukan pengocokan sehingga terjadi kesetimbangan konsentrasi zat yang akan diekstraksi pada kedua lapisan. Setelah terbentuk dua lapisan, campuran dipisahkan untuk dianalisis kandungan konsentrasi zat terlarut tersebut.
Kesempurnaan ekstraksi bergantung pada banyaknya ekstraksi yang dilakukan. Semakin sering kita melakuka ekstraksi, maka semakin banyak zat terlarut terdistribusi pada salah satu pelarut dan semakin sempurna proses pemisahannya. Jumlah pelarut yang digunakan untuk tiap kali mengekstraksi juga sedikit, sehingga ketika ditotal jumlah pelarut untuk ekstraksi tersebut tidak terlalu besar agar dicapai kesempurnaan ekstraksi. Hasil yang baik diperoleh dengan jumlah ekstraksi yang relatif besar dengan jumlah pelarut yang kecil.
Senyawa-senyawa organik, misalnya dalam percobaan ini digunakan asam asetat umumnya relatif lebih suka larut ke dalam pelarut-pelarut organik daripada ke dalam air, sehingga senyawa-senyawa organik mudah dipisahkan dari campurannya yang mengandung air atau larutannya. Metode penentuan koefisien distribusi asam asetat dilakukan dengan penentuan konsentrasi asam asetat baik yang ada dalam fasa air maupun fasa organik. Pelarut organik yang digunakan dalam percobaan ini adalah dietil eter.
Menurut hukum distribusi Nernst, bila ke dalam dua pelarut yang tidak saling bercampur dimasukkan solut yang dapat larut dalam kedua pelarut tersebut maka akan terjadi pembagian kelarutan. Kedua pelarut tersebut umumnya pelarut organik dan air. Perbandingan konsentrasi solut di dalam kedua pelarut tersebut tetap, dan merupakan suatu tetapan pada suhu tetap. Tetapan tersebut disebut tetapan distribusi atau koefisien distribusi yang dinyatakan sebagai perbandingan antara fasa organik dan fasa air. Prinsip pada praktikum kali ini yaitu berdasarkan pada distribusi Nernst, yaitu terlarut dengan perbandingan tertentu antara dua  pelarut yang tidak saling melarut atau bercampur seperti eter, kloroform, karbon sulfida. Prinsip pada titrasi netralisasi yaitu titrasi asam basa yang melibatkan asam maupun basa sebagai titrat ataupun titran. Titrasi asam basa berdasarkan reaksi penetralan, kadar larutan asam ditentukan dengan menggunakan larutan basa dan sebaliknya, dimana kadar larutan basa dapat ditentukan dengan menggunakan larutan asam. Dalam percobaan ini digunakan 3 larutan asam asetat dengan konsentrasi yang berbeda yaitu 0,5 M, 0,25M dan 0,125M. Sebanyak 10 mL asam asetat dicampur dengan 10 mL dietil eter, dan dilakukan pengocokan secara manual selama kurang lebih 15 menit, serta 3 larutan asam oksalat dengan konsentrasi yang berbeda yaitu 0,5 M, 0,25M dan 0,125M. Sebanyak 10 mL asam oksalat dicampur dengan 10 mL dietil eter dan dilakukan pengocokan secara manual selama kurang lebih 15 menit.
Setelah pencampuran asam asetat/asam oksalat dengan dietil eter dalam corong pemisah, larutan menjadi berasa dingin (terjadinya penurunan temperatur larutan) dan saat pengocokan dilakukan, larutan sering menghasilkan gas dimana gas yang terbentuk itu berasal dari larutan dietil eter yang bersifat mudah menguap. Oleh sebab itu ketika pengocokan dilakukan, sesekali gas harus dikeluarkan melalui kran. Pengeluaran gas dilakukan saat gas memberikan tekanan yang kuat pada tutup corong pemisah. Jika gas tidak dikeluarkan, dapat menyebabkan terjadinya ledakan pada corong pemisah. Dalam prosedur percobaan seharusnya dilakukan pengocokan dilakukan selama 30 menit dengan menggunakan pengocok magnetik sehingga kecepatan pengocokan konstan namun prosedur tersebut tidak dapat dilakukan dengan baik karena pengocokan dilakukan secara manual sehingga kecepatan pengocokan tidak dapat berjalan dengan konstan dan hanya dilakukan selama 15 menit secara manual. Fungsi pengocokan disini untuk membesar luas permukaan untuk membantu proses distribusi asam asetat pada kedua fasa dan agar zat terdistribusi sempurrna. Setelah tercapai kesetimbangan pada corong pisah, campuran kemudian didiamkan dan terbentuk dua lapisan, lapisan atas dan lapisan bawah. Fungsi larutan didiamkan yaitu agar lapisan berpisah secara sempurna  Dari kedua lapisan tersebut yang diambil adalah lapisan bawah karena pada lapisan tersebut adalah pelarut air. Hal ini terjadi karena perbedaan berat jenis pelarut organik dengan berat jenis air (massa jenis air lebih besar di banding masa jenis dietil eter dimana massa jenis dietil eter sebesar 0,66 sedangkan massa jenis air sebesar 0,99). Lapisan air bersifat polar dan dietil eter bersifat non polar, maka terjadi dua lapisan karena polar akan larut dengan polar, non polar akan larut dengan non polar (like disolve like). Setelah proses pemisahan lapisan larutan berjalan dengan sempurna, maka lapisan air yang mengandung asam asetat dikeluarkan dan selanjutnya sebanyak 5 ml larutan tersebut dititrasi dengan larutan NaOH 0,5 M. Titrasi ini merupakan jenis titrasi asam basa dimana asamnya yaitu asam asetat (CH3COOH) bertindak sebagai titrat sedangkan basa yaitu NaOH bertindak sebagai titran. Dilakukan pula untuk konsentrasi 0,25 M dan 0,125 M. Penggunaan indikator berguna untuk mendeteksi titik akhir titrasi, dimana akan terjadi perubahan warna dari bening menjadi merah muda. Indikator yang digunakan dalam titrasi ini adalah indikator fenolftalein. Indikator ini merupakan asam diprotik dan tidak berwarna. Saat direaksikan, fenolftalein terurai dahulu menjadi bentuk tidak berwarnanya dan kemudian, dengan menghilangnya proton kedua dari indikator ini menjadi ion terkonjugat maka akan dihasilkan warna merah muda, pada titik akhir titrasi terjadi perubahan warna dari bening menjadi merah muda. Reaksi yang terjadi adalah sebagai berikut:
CH3COOH + NaOH  CH3COONa + H2O
C2H2O4.2H2O + 2NaOH  Na2C2O4 + 4H2O
Dari proses titrasi diperoleh volume larutan NaOH 0,5 M yang diperlukan untuk menetralkan asam dalam larutan yaitu asam asetat, dimana untuk tiap konsentrasi asam asetat dilakukan pengulangan. Adapun volume NaOH yang diperlukan untuk konsentrasi asam asetat 0,5 M adalah 33,8 ml; yang 0,25 M adalah 11,9 ml; dan 0,125 M adalah 5,6 ml. Hasil yang diperoleh ini menunjukkan bahwa antara konsentrasi asam asetat dengan volume NaOH yang diperlukan dalam titrasi memiliki hubungan yang sebanding. Walaupun ada volume yang sangat sedikit dan ada agat naik drastis, itu dikarenakan kurangnya distribusi saat pengocokan, kemudian ada zat yang tumpah/keluar saat pengocokan, sehingga berpengaruh pada saat proses titrasi yaitu pada volumenya. Pada dasarnya, Semakin besar konsentrasi asam asetat yang digunakan, maka volume larutan NaOH yang diperlukan untuk menetralkan asam asetat tersebut juga akan semakin banyak. Secara teknik, faktor pengocokan sangat penting dan mempengaruhi proses distribusi suatu larutan organik pada pelarut organik dan air yang tidak saling campur. Selain itu, temperatur juga mempengaruhi proses ekstraksi, karena ekstraksi harus dilakukan pada tempertur konstan.
4.2.2 Analisis Hasil
Dari volume NaOH yang diperoleh dapat dilakukan perhitungan untuk mencari nilai konstanta distribusi dari percobaan yang dilakukan. Nilai K untuk larutan asam asetat pada konsentrasi tiap-tiap konsentrasi secara berurutan sebesar 0,221; 0,106 dan 0,179. Dari perhitungan yang dilakukan diperoleh nilai K rata-rata yaitu 0,16867. Nilai K untuk larutan asam oksalat pada konsentrasi tiap-tiap konsentrasi secara berurutan sebesar 0,055; 0,012; 0,202. Diperoleh nilai K rata-rata yaitu 0,08967. Hal ini hampir sesuai dengan literatur dimana semakin tinggi konsentrasi asam asetat dan asam oksalat maka nilai K yang diperoleh juga semakin tinggi. Penyebab dari ketidaksesuaian ini adalah kecepatan dari pengocokan yang tidak sama antara kedua larutan sehingga tidak terjadi pemisahan secara sempurna.

BAB V
PENUTUP
5.1 Simpulan
Dapat disimpulkan bahwa semakin besar konsentrasi asam asetat dan asam oksalat yang digunakan yaitu 0,5 M maka nilai K yang diperoleh juga semakin tinggi dibandingakan dengan konsentrasi 0,25 M dan 0,125 M. Nilai K rata-rata asam asetat lebih besar daripada nilai K rata-rata asam oksalat yaitu 0,16867 dan 0,08967.
5.2 Saran
Pada percobaan ini, sebaiknya pengocokan larutan secara manual harus dengan baik dan teratur, karena pada saat pengocokan yang tidak tepat akan dapat mengubah konsentrasi dan konstanta distribusi.

DAFTAR PUSTAKA
Basset, J. dkk. 1994. Buku Ajar Vogel Kimia Analisis Kuantitatif Anorganik. Penerbit Buku Kedokteran EGC. Jakarta.
Basri, 2003. Kamus Lengkap Kimia. Rineka Cipta. Jakarta
Chang, R. 2004. Kimia Dasar Konsep-Konsep Inti. Edisi 3. Jilid 2. Pemerjemah : Sukminar. Erlangga. Jakarta
Daintith, J, 1994. Kamus Lengkap Kimia. Alih bahasa : Suminar Achmadi. Erlangga. Jakarta
Engdahl, E.L, Emma Aneheim. Christian Ekberg. Mark Foreman. Gunnar Skarnemark, 2010. Diluent Effect In Solvent Extraction. Department of Chemical and Biological Engineering Chalmers University of Technology Gothenburg. Sweden
Kusuma, S, 1983. Bahan-Bahan Kimia. Edisi 7. Erlangga. Jakarta
O’neil, M.J. dkk. 2001. The Merck Indeks On Encyclopedya Of Chemicals. Part 1. 13th Edition. Merck Dowce.Inc. New Jersey. USA
Oxtoby, D.W. Gillis. Norman H.Nachtrieb. 2001. Prinsip-prinsip Kimia Modern. Edisi 4. Jilid 1. Penerjemah : Suminar. Erlangga. Jakarta
Purwani, M.V, Suyanti. Muhadi A.W. 2008. Ekstraksi Konsentrat Neodimium Memakai Asam Di-2-Etil Heksil Fosfat. BATAN. Yogyakarta
Tomlinson, E. W.Riebesehl. and H.J.M. Grunbauer. 1986. Thermodynamics of Liquid/Liquid Distribution. Department of Pharmacy University of Amsterdam. Netherlands





Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Designed By