ABSTRACT
Solute
distribution in the two solvents are not intermingled that ait and diethyl
ether, which by law Nerst distribution, if the two systems into a liquid phase
that is not intermingled inserted solute insoluble in the second solvent, there
will be division of solubility, due to differences in polarity between water
(polar) and diethyl ether (non- polar), generating two layers of a layer of
water below and above the ether layer by density owned by the two fluids ,
water of density= 0.0998 gr/cm3, and the density of the ether =
0.7134 gr/cm3. Addition of a solution of acetic acid and oxalic acid
, so that the substance distributed between water and diethyl ether layer, the
separation and separation results in the form of a layer of water is titrated
with NaOH standard with the help of indicators PP. Obtained results of
calculations to find the value of the constant distributions of the experiments
conducted . K values for acetic acid solution at a concentration of each
concentration of 0.221 respectively; 0.106 and 0.179. Average K value is
0.16867. K values for oxalic acid solution at a concentration of each
concentration of 0.055 respectively; 0.012; 0.202. Obtained an average value of
K is 0.08967.
Keywords: Water, Acetic Acid, Oxalic Acid, Diethyl
ether and NaOH
ABSTRAK
Distribusi
zat terlarut ke dalam dua pelarut yang
tidak saling bercampur yaitu ait dan dietil eter, dimana menurut hukum
distribusi Nerst, jika ke dalam sistem dua fasa cair yang tidak saling bercampur
dimasukkan solute yang tak dapat larut dalam kedua pelarut tersebut maka akan
terjadi pembagian kelarutan, karena perbedaan kepolaran antara air (polar) dan
dietil eter (non polar), menghasilkan dua lapisan berupa lapisan air dibawah
dan lapisan eter diatas berdasarkan
densitas yang dimiliki oleh kedua cairan, massa jenis air = 0,0998 g/cm3,
dan massa jenis eter = 0,7134 g/cm3. Penambahan zat berupa larutan asam
asetat dan asam oksalat, sehingga zat terdistribusi antara lapisan air dan
dietil eter, dilakukan pemisahan, dan hasil pisahan berupa lapisan airnya
dititrasi dengan NaOH standar dengan bantuan indikator PP.Diperoleh hasil perhitungan untuk mencari nilai
konstanta distribusi dari percobaan yang dilakukan. Nilai K untuk larutan asam
asetat pada konsentrasi tiap-tiap konsentrasi secara berurutan sebesar 0,221;
0,106; dan 0,179. Nilai K rata-rata yaitu 0,16867. Nilai K untuk larutan asam oksalat
pada konsentrasi tiap-tiap konsentrasi secara berurutan sebesar 0,055; 0,012;
0,202. Didapat nilai K rata-rata yaitu
0,08967.
Kata kunci : Air,
Asam asetat, Asam oksalat, Dietil eter, dan NaOH.
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Fenomena distribusi merupakan salah
satu hal yang penting bagi seseorang kimiawan, ditambah berbagai faktor yang
mempengaruhi cabang ilmu tersebut. Lebih khusus pengaruhnya terhadap distribusi
zat terlarut pada dua pelarut yang tidak saling campur. Contoh hal-hal yang termasuk di dalam koefisien partisi ialah
kerja obat pada tempat/organ target serta distribusi dan absorbsinya ke
seluruh bagian tubuh sampai memberikan efek
terapeutik. Koefisien distribusi didefenisikan sebagai suatu perbandingan
kelarutan suatu zat (sampel) di dalam dua pelarut yang berbeda dan
tidak saling bercampur, serta merupakan suatu harga tetap pada suhu
tertentu.
Pada percobaan
ini dilakukan penentuan harga konstanta distribusi dengan cara mencampur
dua zat yang bersifat saling bertolak belakang/tidak saling bercampur. Dengan
percobaan ini, diharapkan dapat mamahami kelarutan suatu zat dari dua
pelarutyang tidak saling campur.
Molekul
komponen-komponen larutan berinteraksi langsung dalam keadaan tercampur. Pada
proses pelarutan, tarikan antar partikel komponen terpisah dan tergantikan
dengan tarikan antara pelarut dengan zat terlarut. Terutama jika pelarut dan
zat terlarut sama-sama polar, akan terbentuk struktur zat pelarut mengelilingi
zat terlarut, hal ini memungkinkan interaksi antara zat terlarut dan pelarut
tetap stabil (Oxtoby, dkk,2001).
1.2 Tujuan Percobaan
Mempelajari
kelarutan suatu zat terlarut dalam dua pelarut yang tidak saling campur dan
menentukan harga konstanta distribusinya.
1.3
Prinsip Percobaan
Penambahan
suatu zat terlarut ke dalam dua pelarut yang tidak saling campur akan
menyebabkan zat terlarut tersebut terdistribusi atau terbagi antara kedua
pelarut tersebut dengan perbandingan tertentu. Distribusi zat terlarut ke dalam
masing-masing pelarut ini sesuai dengan tingkat kepolarannya hingga mencapai
titik kesetimbangan. Konstanta distribusi dapat ditentukan dengan melakukan
titrasi air dengan larutan NaOH standar dan indikator pp. Ada penambahan zat
ketiga berupa asam asetat dan asam oksalat, sehingga zat terdistribusi antara
lapisan air dan dietil eter, dilakukan pemisahan dan hasil pisahan berupa air
dititrasi dengan NaOH standar dengan bantuan indikator pp yang akan menunjukkan
titik akhir titrasi.
CH3COOH
+ NaOH
CH3COONa + H2O

C2H2O4.2H2O
+ 2NaOH
Na2C2O4 + 4H2O

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1
Dasar Teori
2.1.1 Larutan
Larutan
adalah campuran homogen zat terlarut dan pelarut. Larutan bisa berbentuk gas,
padatan, dan cair. Pelarut berperan sebagai medium bagi zat terlarut serta
berperan dalam reaksi kimia dalam larutan karena pengendapan atau penguraian.
Pelarut yang umum digunakan adalah air (Chang, 2005).
2.1.2 Hukum Distribusi
Menurut
hukum distribusi Nerst, bila ke dalam dua pelarut yang tidak saling bercampur
dimasukkan solut yang dapat larut dalam kedua pelarut tersebut maka akan
terjadi pembagian kelarutan. Dalam praktek solute akan terdistribusi dengan
sendirinya ke dalam dua pelarut tersebut setelah dikocok dan dibiarkan
terpisah. Perbandingan konsentrasi solut di dalam kedua pelarut tersebut tetap,
dan merupakan suatu tetapan pada suhu tetap. Tetapan tersebut disebut tetapan
distribusi atau koefisien distribusi. Koefisien distribusi dinyatakan dengan
rumus sebagai berikut (Purwani, 2008):
Kd
=
atau Kd = 


Distribusi
zat terlarut antara air dan pelarut organik telah menjadi subjek banyak
penelitiaan di banyak ilmu sains. Sejak ditemukannya hubungan yang sederhana,
antara lain distribusi minyak/cairan atau koefisien distribusi cairan
(Tomlinson, 1986).
2.1.3 Ekstraksi Pelarut
Ekstraksi
adalah pemisahan dan penarikan komponen campuran dari campuran lainnya.
Ekstraksi campuran-campuran merupakan suatu teknik dimana suatu larutan dibuat
bersentuhan dengan suatu pelarut lain (pelarut kedua) yang tidak tercampurkan
dan menimbulkan perpindahan satu atau lebih zat terlarut ke dalam pelarut kedua
tersebut (Basset, dkk,1994).
Sebuah
proses ekstraksi pelarut bertujuan untuk mengekstrak zat terlarut dari suatu
fasa cair yang lain. Hal ini dapat dilakukan untuk memisahkan dua zat terlarut
yang berbeda atau untuk memurnikan fasa cair dari kontaminasi (Engdahl, 2010).
2.1.4 Titrasi
Titrasi
adalah salah satu teknik analisis yang memungkinkan untuk mengukur jumlah yang
pasti dari suatu larutan dengan mereaksikannya dengan larutan lain yang
konsentrasinya diketahui. Analisis semacam ini didasarkan pada pengukuran larutan
pereaksi yang dibutuhkan untukbereaksi secara stoikiometri dengan zat yang
ditentukan, analisis ini disebut analisis volumetri (Brady, 1999).
2.2
Analisis Bahan
2.2.1 Akuades ( H2O
)
Akuades
adalah air yang bersifat polar, pelarut organik yang baik, tidak berwarna,
tidak berasa dan tidak berbau. Titik leleh akades 0oC dan titik
didihnya 100oC (Kusuma, 1983).
2.2.2 Asam Asetat ( CH3COOH
)
Asam
asetat adalah larutan asam lemah dengan bau yang khas, menusuk tajam dan tak
berwarna. Asam asetat dapat melarutkan banyak komponen organik, biasanya
digunakan untuk sintesis organik komersial (O’neil, dkk,2001).
2.2.3 Asam Oksalat ( C2H204
)
Asam
oksalat merupakan asam organik yang relatif kuat, 10.000 kali lebih kuat
daripada asam asetat, dalam keadaan murni berupa senyawa kristal. Larut dalam
air 18% pada suhu 10oC dan larut dalam alkohol (Kusuma, 1983).
2.2.4 Eter ( R-O-R )
Eter
merupakan suatu senyawa yang dianggap sebagai suatu oksida dari gugus alkil.
Eter merupakan pelarut organik yang sering dipakai dalam kestabilan. Eter
memiliki titik leleh 116,3oC dan titik didih 34,6oC
(Kusuma, 1983).
2.2.5 Indikator PP (Fenolphtalein)
Fenolphtalein
adalah salah satu indikator titrasi asam basa, merupakan asam lemah yang tidak
berwarna dan ion-ionnya berwarna merah muda. Fenolphtalein tidak berwarna pada
pH dibawah 8 dan berwarna merah pada pH diatas 9,6 (Daintith, 1994).
2.2.6 Larutan NaOH
standar
Natrium
hidroksida merupakan kristal berwarna putih dan bersifat higroskopis (sangat
mudah bereaksi dengan uap air di udara), larut dalam air dan etanol tetapi
tidak dalam eter. NaOH termasuk senyawa beracun, memiliki titik leleh 318oC
dan titik didih 1390oC (Daintith, 1994).
BAB III
METODOLOGI
3.1
Alat dan Bahan
Alat
yang digunakan dalam praktikum ini adalah batang pengaduk, buret 50 ml 2 buah,
corong pisah 250 ml 2 buah, erlenmeyer 250 ml 4 buah, gelas beaker 100 ml 2
buah, kaca arloji, pipet tetes, pipet volume 5 ml 1 buah, pipet volume 25 ml 1
buah, dan spatula.
Bahan
yang digunakan adalah akuades, asam asetat, asam oksalat, dietel eter,
indikator pp,dan larutan NaOH standar.
3.2
Prosedur Kerja
Pertama-tama, dibuat larutan asam
asetat, NaOH, dan asam oksalat. Dipipet 1,4 ml larutan asam asetat untuk
membuat konsentrasi 0,5 M dalam 50 ml
akuades, selanjutnya dilakukan pengenceran bertingkat untuk memperoleh asam
asetat dengan variasi konsentrasi 0,25 M dan 0,125 M. Ditimbang 3,2 gram asam
oksalat untuk membuat asam oksalat konsentrasi 0,5 M dalam 50 ml setelah itu divariasi
025 M dan 0125 M demikian pula untuk NaOH ditimbang 2 gram dan ditepatkan
hingga 500 ml akuades.
Kemudian diamil 10 ml asam asetat
salah satu kosentrasi dan ditambahkan eter 10 ml, kedua larutan tersebut
dimasukkan kedalam corong pisah. Setelah itu dikocok sampai terjadi
kesetimbangan selama 15 menit dan larutan terdistribusi dengan baik. Kemudian
didiamkan sehingga terjadi pemisahan antara pelarut air dan eter. Setelah
dipisahkan kedua lapisan dengan cara mengambil lapisan paling bawah sampai
garis batas lapisan.
Selanjutnya,
diambil 5 ml hasil pemisahan tersebut yang berupa lapisan air, ditambahkan
indikator PP dan dititrasi dengan larutan standar NaOH. Dicatat perubahan yang
terjadi, dan dicatat volume NaOH yang dipakai. Dilanjutkan lagi dengan variasi
berikutnya yaitu 0,25 M dan 0,125 M.
3.3
Rangkaian Alat

Keterangan
1 : statif
2 : clamp
3 : buret
4 : erlenmeyer
Gambar 3.3.1 Rangkaian alat titrasi

Gambar 3.3.2 (a). Mengocok larutan asam asetat/asam
oksalat dengan dietil eter
(b). Rangkaian alat pemisahan larutan
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1
Tabel Pengamatan
4.1.1 Standarisasi Larutan NaOH
No
|
Volume Asam Oksalat 0,5 M
|
Volume NaOH
|
1
|
2 ml
|
21 ml
|
4.1.2 Titrasi Lapisan Air pada Asam
Asetat
No
|
Kosentrasi
(M)
|
Volume NaOH
|
Perubahan
Warna
|
1
|
0,5 M
|
33,8 ml
|
Merah muda
|
2
|
0,25 M
|
11,9 ml
|
Merah muda
|
3
|
0,125 M
|
5,6 ml
|
Merah muda
|
4.1.3 Titrasi Lapisan Air pada Asam
Oksalat
No
|
Kosentrasi
(M)
|
Volume NaOH
|
Perubahan
Warna
|
1
|
0,5 M
|
50 ml
|
Merah muda
|
2
|
0,25 M
|
26 ml
|
Merah muda
|
3
|
0,125 M
|
11 ml
|
Merah muda
|
4.2
Pembahasan
4.2.1 Analisis Prosedur
Pada percobaan distribusi zat terlarut antara dua
pelarut yang tidak saling campur, yang sebagai zat terlarut disini adalah asam
asetat dan asam oksalat dan dua pelarut itu yaitu air dan eter. Dalam
standarisasi NaOH, yang sebagai standarisasi primer yaitu asam oksalat dan yang
sebagai standarisasi sekunder adalah larutan NaOH. Konsentrasi larutan NaOH
yang digunakan yaitu 0,1 M dengan ditimbang 2 gram NaOH dan dilarutkan dengan
akuades ke dalam 500 ml labu ukur. Kenapa dipakai larutan asam asetat dan asam oksalat
dalam percobaan ini, sebab larutan asam asetat dan asam oksalat adalah
sama-sama asam lemah, asam lemah biasanya cenderung bersifat semi polar, maka
dari itu tidak menggunakan asam yang lain, apalagi mengunakan asam kuat.
Ekstraksi bertahap merupakan cara yang paling
sederhana, murah dan sering digunakan untuk pemisahan analitik. Ekstraksi
bertahap baik digunakan jika perbandingan distribusi besar. Alat pemisah yang
biasa digunakan pada ekstraksi bertahap adalah corong pemisah. Caranya sangat
mudah, yaitu cukup dengan menambahkan pelarut pengekstraksi yang tidak
bercampur dengan pelarut semula, kemudian dilakukan pengocokan sehingga terjadi
kesetimbangan konsentrasi zat yang akan diekstraksi pada kedua lapisan. Setelah
terbentuk dua lapisan, campuran dipisahkan untuk dianalisis kandungan
konsentrasi zat terlarut tersebut.
Kesempurnaan ekstraksi bergantung pada banyaknya
ekstraksi yang dilakukan. Semakin sering kita melakuka ekstraksi, maka semakin
banyak zat terlarut terdistribusi pada salah satu pelarut dan semakin sempurna
proses pemisahannya. Jumlah pelarut yang digunakan untuk tiap kali
mengekstraksi juga sedikit, sehingga ketika ditotal jumlah pelarut untuk
ekstraksi tersebut tidak terlalu besar agar dicapai kesempurnaan ekstraksi.
Hasil yang baik diperoleh dengan jumlah ekstraksi yang relatif besar dengan
jumlah pelarut yang kecil.
Senyawa-senyawa organik, misalnya dalam percobaan ini
digunakan asam asetat umumnya relatif lebih suka larut ke dalam pelarut-pelarut
organik daripada ke dalam air, sehingga senyawa-senyawa organik mudah
dipisahkan dari campurannya yang mengandung air atau larutannya. Metode
penentuan koefisien distribusi asam asetat dilakukan dengan penentuan
konsentrasi asam asetat baik yang ada dalam fasa air maupun fasa organik.
Pelarut organik yang digunakan dalam percobaan ini adalah dietil eter.
Menurut hukum
distribusi Nernst, bila ke dalam dua pelarut yang tidak saling bercampur
dimasukkan solut yang dapat larut dalam kedua pelarut tersebut maka akan
terjadi pembagian kelarutan. Kedua pelarut tersebut umumnya pelarut organik dan
air. Perbandingan konsentrasi solut di dalam kedua pelarut tersebut tetap, dan
merupakan suatu tetapan pada suhu tetap. Tetapan tersebut disebut tetapan
distribusi atau koefisien distribusi yang dinyatakan sebagai perbandingan
antara fasa organik dan fasa air. Prinsip pada praktikum kali ini yaitu
berdasarkan pada distribusi Nernst, yaitu terlarut dengan perbandingan tertentu
antara dua pelarut yang tidak saling melarut
atau bercampur seperti eter, kloroform, karbon sulfida. Prinsip pada titrasi
netralisasi yaitu titrasi asam basa yang melibatkan asam maupun basa sebagai
titrat ataupun titran. Titrasi asam basa berdasarkan reaksi penetralan, kadar
larutan asam ditentukan dengan menggunakan larutan basa dan sebaliknya, dimana
kadar larutan basa dapat ditentukan dengan menggunakan larutan asam. Dalam
percobaan ini digunakan 3 larutan asam asetat dengan konsentrasi yang berbeda
yaitu 0,5 M, 0,25M dan 0,125M. Sebanyak 10 mL asam
asetat dicampur dengan 10 mL dietil eter, dan dilakukan pengocokan secara manual
selama kurang lebih 15 menit, serta 3 larutan asam oksalat dengan konsentrasi
yang berbeda yaitu 0,5 M, 0,25M dan 0,125M. Sebanyak 10 mL asam oksalat dicampur dengan 10 mL dietil eter dan
dilakukan pengocokan secara manual selama kurang lebih 15 menit.
Setelah pencampuran asam asetat/asam
oksalat dengan dietil eter dalam corong pemisah, larutan menjadi berasa dingin
(terjadinya penurunan temperatur larutan) dan saat pengocokan dilakukan,
larutan sering menghasilkan gas dimana gas yang terbentuk itu berasal dari
larutan dietil eter yang bersifat mudah menguap. Oleh sebab itu ketika
pengocokan dilakukan, sesekali gas harus dikeluarkan melalui kran. Pengeluaran
gas dilakukan saat gas memberikan tekanan yang kuat pada tutup corong pemisah.
Jika gas tidak dikeluarkan, dapat menyebabkan terjadinya ledakan pada corong
pemisah. Dalam prosedur percobaan seharusnya dilakukan pengocokan dilakukan
selama 30 menit dengan menggunakan pengocok magnetik sehingga kecepatan
pengocokan konstan namun prosedur tersebut tidak dapat dilakukan dengan baik
karena pengocokan dilakukan secara manual sehingga kecepatan pengocokan tidak
dapat berjalan dengan konstan dan hanya dilakukan selama 15 menit secara manual.
Fungsi pengocokan disini untuk membesar luas permukaan untuk membantu proses
distribusi asam asetat pada kedua fasa dan agar zat terdistribusi sempurrna.
Setelah tercapai kesetimbangan pada corong pisah, campuran kemudian didiamkan
dan terbentuk dua lapisan, lapisan atas dan lapisan bawah. Fungsi larutan
didiamkan yaitu agar lapisan berpisah secara sempurna Dari kedua lapisan tersebut yang diambil
adalah lapisan bawah karena pada lapisan tersebut adalah pelarut air. Hal ini
terjadi karena perbedaan berat jenis pelarut organik dengan berat jenis air
(massa jenis air lebih besar di banding masa jenis dietil eter dimana massa
jenis dietil eter sebesar 0,66 sedangkan massa jenis air sebesar 0,99). Lapisan
air bersifat polar dan dietil eter bersifat non polar, maka terjadi dua lapisan
karena polar akan larut dengan polar, non polar akan larut dengan non polar
(like disolve like). Setelah proses pemisahan lapisan larutan berjalan dengan
sempurna, maka lapisan air yang mengandung asam asetat dikeluarkan dan
selanjutnya sebanyak 5 ml larutan tersebut dititrasi dengan larutan NaOH 0,5 M.
Titrasi ini merupakan jenis titrasi asam basa dimana asamnya yaitu asam asetat
(CH3COOH) bertindak sebagai titrat sedangkan basa yaitu NaOH bertindak sebagai
titran. Dilakukan pula untuk konsentrasi 0,25 M dan 0,125 M. Penggunaan
indikator berguna untuk mendeteksi titik akhir titrasi, dimana akan terjadi
perubahan warna dari bening menjadi merah muda. Indikator yang digunakan dalam
titrasi ini adalah indikator fenolftalein. Indikator ini merupakan asam diprotik
dan tidak berwarna. Saat direaksikan, fenolftalein terurai dahulu menjadi
bentuk tidak berwarnanya dan kemudian, dengan menghilangnya proton kedua
dari indikator ini menjadi ion terkonjugat maka akan dihasilkan warna merah
muda, pada titik
akhir titrasi terjadi perubahan warna dari bening menjadi merah muda. Reaksi
yang terjadi adalah sebagai berikut:
CH3COOH + NaOH
CH3COONa + H2O

C2H2O4.2H2O + 2NaOH
Na2C2O4 + 4H2O

Dari proses titrasi diperoleh
volume larutan NaOH 0,5 M yang diperlukan untuk menetralkan asam dalam larutan
yaitu asam asetat, dimana untuk tiap konsentrasi asam asetat dilakukan
pengulangan. Adapun volume NaOH yang diperlukan untuk konsentrasi asam asetat
0,5 M adalah 33,8 ml; yang 0,25 M adalah 11,9 ml; dan 0,125 M adalah 5,6 ml. Hasil yang diperoleh ini menunjukkan bahwa
antara konsentrasi asam asetat dengan volume NaOH yang diperlukan dalam titrasi
memiliki hubungan yang sebanding. Walaupun ada volume yang sangat sedikit dan
ada agat naik drastis, itu dikarenakan kurangnya distribusi saat pengocokan,
kemudian ada zat yang tumpah/keluar saat pengocokan, sehingga berpengaruh pada
saat proses titrasi yaitu pada volumenya. Pada dasarnya, Semakin besar
konsentrasi asam asetat yang digunakan, maka volume larutan NaOH yang
diperlukan untuk menetralkan asam asetat tersebut juga akan semakin banyak. Secara
teknik, faktor pengocokan sangat penting dan mempengaruhi proses distribusi
suatu larutan organik pada pelarut organik dan air yang tidak saling campur.
Selain itu, temperatur juga mempengaruhi proses ekstraksi, karena ekstraksi
harus dilakukan pada tempertur konstan.
4.2.2 Analisis Hasil
Dari volume
NaOH yang diperoleh dapat dilakukan perhitungan untuk mencari nilai konstanta
distribusi dari percobaan yang dilakukan. Nilai K untuk larutan asam asetat
pada konsentrasi tiap-tiap konsentrasi secara berurutan sebesar 0,221; 0,106
dan 0,179. Dari perhitungan yang dilakukan
diperoleh nilai K rata-rata yaitu
0,16867. Nilai K untuk larutan asam oksalat pada konsentrasi tiap-tiap
konsentrasi secara berurutan sebesar 0,055; 0,012; 0,202. Diperoleh nilai K
rata-rata yaitu 0,08967. Hal ini hampir sesuai dengan literatur dimana semakin
tinggi konsentrasi asam asetat dan asam oksalat maka nilai K yang diperoleh
juga semakin tinggi. Penyebab dari ketidaksesuaian ini adalah kecepatan dari
pengocokan yang tidak sama antara kedua larutan sehingga tidak terjadi
pemisahan secara sempurna.
BAB V
PENUTUP
5.1
Simpulan
Dapat
disimpulkan bahwa semakin besar konsentrasi asam asetat dan
asam oksalat yang digunakan yaitu 0,5 M maka nilai K yang diperoleh juga
semakin tinggi dibandingakan dengan konsentrasi 0,25 M dan 0,125 M. Nilai K
rata-rata asam asetat lebih besar daripada nilai K rata-rata asam oksalat yaitu
0,16867 dan 0,08967.
5.2
Saran
Pada
percobaan ini, sebaiknya pengocokan larutan secara manual harus dengan baik dan
teratur, karena pada saat pengocokan yang tidak tepat akan dapat mengubah
konsentrasi dan konstanta distribusi.
DAFTAR PUSTAKA
Basset, J.
dkk. 1994. Buku Ajar Vogel Kimia Analisis Kuantitatif Anorganik.
Penerbit Buku Kedokteran EGC. Jakarta.
Basri, 2003. Kamus Lengkap Kimia. Rineka Cipta.
Jakarta
Chang, R. 2004. Kimia Dasar Konsep-Konsep Inti. Edisi 3.
Jilid 2. Pemerjemah : Sukminar. Erlangga. Jakarta
Daintith, J, 1994. Kamus Lengkap Kimia. Alih bahasa :
Suminar Achmadi. Erlangga. Jakarta
Engdahl, E.L, Emma
Aneheim. Christian Ekberg. Mark Foreman. Gunnar Skarnemark, 2010. Diluent Effect In Solvent Extraction.
Department of Chemical and Biological Engineering Chalmers University of
Technology Gothenburg. Sweden
Kusuma, S, 1983. Bahan-Bahan Kimia. Edisi 7. Erlangga.
Jakarta
O’neil, M.J. dkk.
2001. The Merck Indeks On Encyclopedya Of
Chemicals. Part 1. 13th Edition. Merck Dowce.Inc. New Jersey.
USA
Oxtoby, D.W. Gillis.
Norman H.Nachtrieb. 2001. Prinsip-prinsip
Kimia Modern. Edisi 4. Jilid 1. Penerjemah : Suminar. Erlangga. Jakarta
Purwani, M.V,
Suyanti. Muhadi A.W. 2008. Ekstraksi
Konsentrat Neodimium Memakai Asam Di-2-Etil Heksil Fosfat. BATAN.
Yogyakarta
Tomlinson, E.
W.Riebesehl. and H.J.M. Grunbauer. 1986. Thermodynamics of Liquid/Liquid
Distribution. Department of Pharmacy University of Amsterdam. Netherlands
Tidak ada komentar:
Posting Komentar