Breaking News

Jumat, 06 November 2015

LAPORAN PRAKTIKUM ADSORPSI ISOTERM

ABSTRACT
ADSORPTION ISOTHERM
Adsorption is the absorption of a substance on the surface of another substance. Adsorption model of isotherm in general is not worth the curve that describes the phenomena that govern the storage of a substance. Mashed activated carbon using a pestle and mortar. Provided a solution with a concentration of HCl 0.5 M; 0.25 M; 0.125 M; 0.0625 M and 0,0313 M. Incorporated into each individual an erlenmeyer flask that contains activated carbon, shake a shaker for 1 minute on a regular basis with a distance of 10 minutes. Titration with a solution of HCl and ditetesi indicator fenolfthalein. The filtered solution containing activated carbon. Given the indicators fenolfthalein, their titration with NaOH. On a solution of HCl 0.5 M, V=  39,4 ml HCl solution, 0.25 M, V= 18,8 ml of HCl solution,  0.0125 M, V= 7,4 ml HCl solution, 0,0675 M, V= 5,3 ml of HCl solution, 0,0313 M, V= 2,5 ml. Result of this experiment including physical adsorption, due to van der waals forces between the adsorbents with adsorbate.                                            
Keywords: adsorption, adsorption isoterm, HCl, NaOH, titration
 ABSTRAK
ADSORPSI ISOTERM
            Adsorpsi adalah penyerapan suatu zat pada permukaan zat lain. Model adsorpsi isoterm pada umumnya adalah kurva tak bernilai yang menggambarkan fenomena yang mengatur penyimpanan suatu zat. Dihaluskan karbon aktif dengan menggunakan alu dan lumpang. Disediakan larutan HCl dengan konsentrasi 0,5 M
; 0,25 M; 0,125 M;  0,0625 M dan 0,0313 M. Dimasukkan masing–masing kedalam erlenmeyer yang berisi karbon aktif, dikocok dengan alat shaker selama 1 menit secara teratur dengan jarak 10 menit. Ditirasi dengan larutan HCl dan ditetesi indikator fenolfthalein. Disaring larutan yang berisi karbon aktif. Diberi indikator fenolfthalein, Ditirasi masing–masing dengan larutan NaOH. Pada larutan HCl 0,5 M, V= 39,4 ml, larutan HCl 0,25 M, V= 18,4 ml, larutan HCl 0,0125 M, V= 7,4 ml, larutan HCl 0,0675 M, V= 5,3 ml, larutan HCl 0,0313 M, V= 2,5 ml. Hasil percobaan ini termasuk adsorpsi fisik, karena adanya gaya van der waals antara adsorben dengan adsorbat.
Kata kunci : adsorpsi, adsorpsi isoterm, HCl, NaOH, titrasi

BAB I
PENDAHULUAN
1.1  Latar Belakang
Adsorpsi merupakan fenomena yang melibatkan interaksi fisik, kimia dan gaya elektrostatik antara adsorbat dengan adsorben pada permukaan adsorben. Gaya tarik-menarik dari suatu padatan dibedakan menjadi dua jenis yaitu: gaya fisika dan gaya kimia yang masing-masing menghasilkan adsorpsi fisika dan adsorpsi kimia. Peristiwa adsorpsi merupakan suatu fenomena permukaan, yaitu terjadinya penambahan konsentrasi komponen tertentu pada permukaan antara dua fasa. Adsorpsi dapat dibedakan menjadi 2, yaitu: adsorpsi fisis (physical adsorption) dan adsorpsi kimia (chemical adsorption) (Sukardjo, 1990). Adsorben adalah zat yang mengadsorpsi zat lain, sedangkan adsorbat adalah zat yang teradsorpsi zat lain, adsorben dapat dibagi dalam jenis polar dan non polar. Penyerap polar lebih lanjut dapat dibagi dalam adsorben bersifat asam dan adsorben bersifat basa, adsorben asam meliputi silika dan klorosil, sedangkan adsorben basa adalah amina dan magnesia ( kecuali telah diperlakukan asam ). Adsorben basa lebih menahan asam, misalnya turunan fenol, perol, trofenol dan asam karboksilat (Daintith, 1994). Model adsorpsi isoterm pada umumnya adalah kurva tak bernilai yang menggambarkan fenomena yang mengatur penyimpanan suatu zat dari media berair berpori atau lingkungan perairan solid pada suhu konstan dan pH 32,33 (K.Y. Foo , 2009).
1.2  Tujuan Percobaan
Tujuan percobaan ini yaitu untuk menentukan adsorpsi isoterm menurut Freundlich bagi proses adsorpsi asam klorida pada arang.
1.3  Prinsip Percobaan
Prinsip percobaan pada praktikum ini adalah menentukan adsorpsi isoterm menurut Freundlich bagi proses adsorpsi asam klorida pada karbon aktif melalui perubahan konsentrasi pada permukaan dua fasa dan dengan menambahkan adsorben kedalam larutan asam klorida dan dibiarkan beberapa saat sehingga terjadi proses adsorpsi dan jumlah zat yang teradsorpsi ditentukan dengan metode titrasi asam basa.


BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Dasar Teori
2.1.1 Pengertian Adsorpsi
Adsorpsi adalah penyerapan suatu zat pada permukaan zat lain. Gaya tarik menarik dari suatu padatan dibedakan menjadi dua jenis yaitu: gaya fisika dan gaya kimia yang masing-masing menghasilkan adsorpsi fisika dan adsorpsi kimia. Ada dua macam adsorpsi yaitu (Sukardjo,1990) 
1. Adsorpsi Fisika, yaitu adsorpsi yang disebabkan oleh gaya van der waals yang ada pada permukaan adsorben. Panas adsorpsi fisika lebih rendah dan lapisan yang terjadi pada permukaan adsorben lebih dari satu molekul.
2. Adsorpsi Kimia, terjadi karena adanya reaksi antara zat yang diserap dengan adsorben, panas adsorpsi tinggi, lapisan molekul pada permukaan adsorbennya hanya satu lapis.
Untuk hampir semua proses adsorpsi fisik, kapasitas suatu adsorben menurun sebagai suhu sistem meningkat. Sebagai suhu meningkat, molekul teradsorpsi memperoleh memperoleh energi yang cukup untuk mengatasi daya tarik van der waals, menahan mereka ke fase terkondensasi dan bermigrasi kembali ke fase gas. Adsorpsi adalah proses eksotermik (Basu, 2002).
Karakteristik adsorpsi ditentukan dengan bantuan analisis primer. Studi desorpsi sebagai fungsi pH dilakukan untuk menganalisis kemungkinan menggunakan kembali adsorben untuk adsorpsi lebih lanjut dan untuk membuat proses lebih ekonomis (Ramachandran, 2011).
2.1.2 Adsorpsi Isoterm
Persamaan Freundlinch dan Langmuir sering digunakan untuk mengolah data adsorpsi dari larutan. Isoterm Freundlinch merupakan persamaan dari yang  menghubungkan jumlah material yang teradsorpsi dengan konsentrasi material dalam larutan yang dirumuskan dalam bentuk persamaan :
= K.C1/n
log  = log K + log 1/n log C
x adalah jumlah gram zat yang diserap, m adalah jumlah gram yang teradsorpsi per gram adsorben, C adalah konsentrasi adsorbat pada kesetimbangan, K dan 1/n adalah tetapan, dengan mengukur m sebagai fungsi C maka nilai n dan K akan ditentukan dari slop dan intersupnya. Isoterm Freundlich tidak berlaku jika konsentrasi atau tekanan dari zat yang akan teradsorpsi terlalu tinggi. (Keenan, 1990).
Adsorpsi isoterm Langmuir, awalnya dikembangkan untuk menggambarkan fase gas ke padat adsorpsi ke karbon aktif. Langmuir isoterm mengacu adsorpsi homogen, yang tiap molekul memiliki entalpi konstan dan energi aktivasi penyerapan (semua situs memiliki afinitas yang sama untuk adsorbat). (K.Y. Foo, 2009).
2.1.3 Karbon Aktif
Karbon aktif merupakan jenis adsorben yang paling tua dan paling luas penggunaannya. Penyerapan zat dari larutan mirip dengan penyerapan gas oleh zat padat, penyerapan bersifat selektif, yang diserap hanya zat terlarut atau pelarut. (Khopkar, 2003).
2.1.4 Titrasi Asam Basa
Titrasi asam basa merupakan suatu proses penambahan larutan standar (asam atau basa) sampai reaksi tepat lengkap. Titrasi adalah salah satu cara analisa yang memungkinkan untuk mengukur jumlah yang pasti dari suatu larutan dengan mereaksikan dengan larutan lain yang konsentrasinya diketahui (Brady, 1999).

2.2 Analisis Bahan
2.2.1 Akuades (H2O)
Akuades merupakan pelarut yang sangat baik, tidak berwarna, netral dan temperaturnya stabil. Mempunyai titik beku pada 0 0C dan titik didih 100 0C dan daerah kestabilan redoksnya cukup luas (Kusuma, 1983).
2.2.2 Asam Klorida (HCl)
Asam klorida merupakan larutan yang memiliki bau yang khas dan berasap karena penguapan gas hidrogen klorida. Memiliki kerapatan 1,19 gr/cm3 dan bersifat korosif (Khasani, 1998).
2.2.3 Indikator Fenolfthalein  
      Indikator fenolfthalein berupa kristal tak berwarna, tidak berwarna pada pH 8,0 dan berwarna di atas pH 9,6. Larut dalam alkohol sekitar 95% dan larut dalam eter. Selain itu fenolfthalein juga digunakan sebagai reagen untuk oksidasi HCN peroksida dan tembaga (Basri, 2003).
2.2.4 Karbon
Karbon merupakan material grafit dan kerangka c-aktif tersebut dari hubungan inegular dari kristalit. Luas permukaan spesifik c-aktif umumnya berada pada kisaran 500-1500 m2/g yang memungkinkannya untuk adsorpsi (Basset, 1994).
2.2.5 Natrium Hidroksida (NaOH)
Natrium hidroksida berupa padatan lembab cair kuning yang berwarna putih, larut dalam air dan etanol tetapi tidak larut dalam eter memiliki titik didih 1380 0C. NaOH sangat basa dan banyak digunakan dalam industri kimia, terutama untuk membuat sabun dan kertas. Larutan NaOH sangat korosif terhadap jaringan tubuh dan terutama membahayakan mata (Daintith, 1994).
BAB III
METODOLOGI
3.1 Alat dan Bahan
3.1.1 Alat
Alat–alat yang digunakan pada percobaan ini adalah alu dan lumpang, batang mengaduk 1 buah, botol semprot, buret 50 ml 1 buah, corong kaca 5 buah, erlenmeyer 5 buah, gelas arloji 1 buah, gelas beaker 2 buah,  kertas saring 3 buah, labu ukur  500 ml 1 buah, pipet tetes 1 buah,  pipet volume 5 ml, 10 ml, 25 ml 1 buah, shaker, dan spatula.
3.1.2 Bahan
Bahan–bahan yang digunakan pada percobaan ini adalah akuades (H2O), asam klorida (HCl), indikator fenolfthalein, karbon aktif, dan natrium hidroksida (NaOH).
3.2 Prosedur Kerja
Dihaluskan karbon aktif dengan menggunakan alu dan lumpang. Ditimbang sebanyak 5 masing–masing 5 gram. Dimasukkan ke dalam erlenmeyer. Dipipet larutan HCl sebanyak 250 ml dan di masukkan kedalam labu ukur 500 ml Ditepatkan sampai tanda batas. Di kocok hingga homogen. Disediakan larutan HCl dengan konsentrasi 0,5 M; 0,25 M; 0,125 M; 0,0625 M; 0,0313 M. Dimasukkan masing–masing ke dalam erlenmeyer yang berisi karbon aktif, ditutup erlenmeyer dan di kocok dengan alat shaker selama 1 menit secara teratur dengan jarak 10 menit. Ditimbang padatan NaOH sebanyak 2 gram. Dimasukkan ke dalam gelas beaker dan diaduk dengan akuades. Dimasukkan ke dalam labu ukur dan ditepatkan akuades hingga tanda batas dan dikocok hingga homogen. Dipipet larutan NaOH sebanyak 50 ml dan dimasukkan kedalam buret. Ditirasi dengan larutan HCl dan ditetesi indikator fenolfthalein. Disaring larutan yang berisi karbon aktif. Dipipet masing-masing hasil saringan 10 ml. Diberi indikator fenolfthalein dan dimasukkan kedalam erlenmeyer. Ditirasi masing–masing dengan larutan NaOH sampai menghasilkan larutan berwarna merah muda.
3.3 Rangkaian Alat



BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Hasil Pengamatan
4.1.1 Standarisasi Larutan HCl dengan Karbon Aktif
NO
V  HCl
Konsentrasi HCl
V NaOH
1
10  ml
0,5
39,4 ml
2
10  ml
0,25
18,8 ml
3
10  ml
0,125
7,4  ml
4
10  ml
0,0625
2,5 ml
5
10  ml
0,0313
5,3  ml
   

4.1.2 Tabel Hasil Pembuatan Larutan HCl


NO
M HCl
m
X
X/M
Log X/M
C
Log C
1
0, 5 M
0, 5 gr
0, 11988
0, 23976
-0, 6202
0, 4334
-0, 6311
2
0, 25 M
0, 5 gr
0, 07776
0, 15552
-0, 8082
0, 2068
-0, 6844
3
0, 125 M
0, 5 gr
0, 07884
0, 15768
-0, 8022
0, 0814
-1, 0893
4
0, 0625 M
0, 5 gr
0, 063
0, 126
-0, 8996
0, 0275
-1, 5606
5
0, 0313 M
0, 5 gr
0, 0486
0, 0972
-1, 01233
0, 0583
-1, 2343








4.2 Pembahasan
4.2.1 Analisis Prosedur
Pada pecobaan adsorpsi isoterm terdapat tujuan yaitu menentukan adsorpsi isoterm menurut Freundlinch bagi proses adsorpsi asam asetat pada arang. Dimana yang dimaksud dengan adsorpsi merupakan penyerapan suatu zat pada permukaan zat lain yang melibatkan interaksi fisik, kimia dan gaya elektrostatik antara adsorben dengan adsorbat pada permukaan adsorben. Yang dimaksud adsorben itu adalah suatu zat yang memiliki ukuran partikel yang seragam kepolarannya akan sama dengan zat yang akan di serap dan mempunyai berat molekul besar sedangkan adsorbat adalah suatu zat yang teradsorpsi zat lain. Pada percobaan ini adsorben yang digunakan adalah karbon aktif bukan arang, karena apabila menggunakan arang, sebelum digunakan arang tersebut harus di aktifkan terlebih dahulu dengan cara di panaskan, agar pori-pori arang semakin besar sehingga dapat mempermudah penyerapan. Karena semakin luas permukaan adsorben maka daya penyerapannya pun semakin tinggi. Dimana penggerusan pada arang adalah cara memperluas permukaan adsorbennya. Tetapi berbeda pada karbon aktif (norit), tidak perlu dipanaskan lagi, karena untuk memperluas permukaan adsorbennya sudah di aktifasi.
Aktifasi adalah suatu perlakuan terhadap arang yang bertujuan untuk memperbesar pori yaitu dengan cara memecahkan ikatan hidrokarbon atau mengoksidasi molekul-molekul permukaan sehingga arang mengalami perubahan sifat, baik fisika maupun kimia, yaitu luas permukaannya bertambah besar dan berpengaruh terhadap daya adsorpsi. Selain karbon aktif, yang biasa digunakan sebagai adsorben adalah silika gel, zeolit dan penyaring molekul. Aktivasi fisik dilakukan dengan cara pemanasan dan aktivasi kimia dilakukan dengan penambahan larutan kimia.
Pada percobaan adsorpsi isoterm ini terdapat beberapa tahap, yang mana tahap yang harus dilakukan pertama kali adalah menghaluskan karbon aktif dengan menggunakan alu dan lumpang, tujuannya adalah memperbesar luas permukaan dari arang aktif sehingga daya serapnya menjadi lebih tinggi, kemudian di bungkus dengan aluminium foil sebanyak 5 buah, dan ditimbang masing–masing beratnya 1 gram. Setelah itu dimasukkan ke dalam erlenmeyer, dipipet larutan HCl sebanyak 250 ml dan di masukkan kedalam labu ukur 500 ml. Ditepatkan sampai tanda batas. Di kocok hingga homogen. Disediakan larutan asam dengan konsentrasi 0,5 M; 0,25 M; 0,125 M;  0,0625 M; 0,0313 M. Dimasukkan masing – masing kedalam erlenmeyer yang berisi karbon aktif, ditutup erlenmeyer dengan wraping yang bertujuan supaya karbon aktif tidak menyerap molekul lain (udara) serta fungsi pori-pori karbon aktif untuk menyerap larutan HCl bukan molekul lain dan kemudian di kocok dengan alat shaker agar larutan dapat melarut dengan sempurna, dibuat kondisi adsorben jenuh sehingga tidak menyerap adsorbat lagi karena karbon aktif juga mempunyai kapasitas daya serap tertentu. Larutan dikocok, tujuan pengocokan agar adanya interaksi/kontak antar adsorben dan adsorbat secara maksimal. Selama 1 menit secara teratur dengan jarak 10 menit, ditimbang padatan NaOH sebanyak 2 gram. Dimasukkan ke dalam gelas beaker dan diaduk dengan akuades. Dimasukkan ke dalam labu ukur dan ditepatkan akuades hingga tanda batas dan dikocok hingga homogen. Dipipet larutan NaOH sebanyak 50 ml dan dimasukkan kedalam buret. Ditirasi dengan larutan HCl 0,5 M dan diberi 3 tetes indikator fenolfthalein, dan menghasilkan perubahan warna merah muda pada volume 15,7 ml. Disaring larutan yang berisi karbon aktif. Hal ini ditujukan untuk memisahkan adsorben dan adsorbatnya, hingga terdapat residu dan filtrat, filtratnya di titrasi dengan larutan standar NaOH menggunakan indikator fenolftalein.
Titrasi dilakukan untuk mengetahui konsentrasi larutan asam yang telah teradsorpsi. Fungsi dilakukannya titrasi yaitu untuk mengetahui jumlah zat yang teradsorpsi. Penggunaan indikator fenolfthalein bertujuan untuk mengetahui titik akhir titrasi larutan yang ditunjukkan dengan adanya perubahan warna larutan menjadi merah muda. Alasan lain ialah karena titrasi yang dilakukan menggunakan metode alkalimetri, yakni dititrasi dengan larutan standar basa, sehingga digunakan indikator fenolftalein yang mempunyai rentang pH 8,3-10,0.

4.2.2 Analisis Hasil
Pada percobaan ini termasuk adsorpsi fisik, karena adanya gaya van der waals antara adsorben dengan adsorbat yang digunakan sehingga proses adsorpsi hanya terjadi di permukaan larutan. Pada larutan HCl 0,5 M, V= 39,4 ml, larutan HCl 0,25 M, V= 18,8 ml, larutan HCl 0,0125 M, V= 7,4 ml, larutan HCl 0,0625 M, V= 5,3 ml, larutan HCl 0,0313 M, V= 2,5 ml. Pada percobaan ini termasuk adsorpsi fisik, karena adanya gaya van der waals antara adsorben dengan adsorbat yang digunakan sehingga proses adsorpsi hanya terjadi di permukaan larutan.
Berdasarkan pada hasil tabel 4.1.2 diperoleh nilai log C yaitu: -0,6311, -0,6844, -1,0893, -1,5606 dan –1,2343. Dan hasil pada grafik menyatakan bahwa semakin besar nilai konsentrasi maka semakin besar jumlah zat larutan HCl yang terserap dan sebaliknya.
Berdasarkan hasil percobaan yang telah diperoleh, volume titran yang digunakan untuk larutan asam klorida 0,5 M adalah 39,4 ml, larutan asam klorida 0,25 M adalah 18,8 ml, larutan asam klorida 0,0125 M adalah 7,4 ml, larutan asam klorida 0,0625 M adalah 5,3 ml dan larutan asam klorida 0,0313 M adalah 2,5 ml. Dari hasil percobaan dapat kita lihat pengaruh konsentrasi asam klorida, dimana semakin besar konsentrasi asam klorida, maka semakin besar pula diperlukan volume titran untuk mentitrasi volume asam klorida yang telah diadsorpsi. Ini sesuai dengan teori dimana  nilai absorbansi seharusnya semakin meningkat dengan meningkatnya konsentrasi larutan yang diukur. Selain itu, adsorben yang digunakan yakni karbon aktif yang merupakan suatu adsorben yang sangat baik dan bentuknya yang berupa serbuk dapat menyebabkan besarnya adsorpsi yang terjadi karena memiliki permukaan yang luas. Serta faktor pengadukan dimana semakin lama waktu adsorpsi (pengadukan serta didiamkannya larutan tersebut), maka volume titran yang diperlukan semakin sedikit.
Pengaruh keasaman suatu larutan kapasitas adsorpsi yaitu semakin asam suatu larutan maka kapasitas adsorpsi yang dibutuhkan semakin besar juga. Hasil grafik yang diperoleh yaitu sama dengan grafik Freundlich yaitu grafik yang dihasilkan persamaan linear garis lurus.
 Nilai K yang diperoleh yaitu 0,28. Nilai K adalah nilai yang paling menentukan dalam kapasitas adsorpsi. Setelah itu dibuat grafik. Grafik dapat dilihat di lampiran.



BAB V
PENUTUP
5.1 Kesimpulan
Dari percobaan adsorpsi isoterm dapat di simpulkan bahwa  percobaan ini termasuk  adsorpsi fisik, karena adanya gaya van der waals antara adsorben dengan adsorbat yang digunakan sehingga proses adsorpsi hanya terjadi di permukaan larutan. Serta diketahui bahwa semakin besar nilai konsentrasi maka semakin besar jumlah zat larutan HCl yang terserap dan sebaliknya. Dari hasil percobaan dapat kita lihat pengaruh konsentrasi asam klorida, dimana semakin besar konsentrasi klorida, maka semakin banyak pula diperlukan titran untuk mentitrasi volume asam klorida yang telah diadsorpsi. Semakin besar konsentrasi maka semakin besar juga kapasitas adsorpsi yang dibutuhkan untuk menyerap zat.

5.2 Saran
Dalam percobaan ini sebaiknya menggunakan asam lemah seperti asam asetat agar lebih aman (safety) bagi praktikan.

DAFTAR PUSTAKA
Basri, 2003. Kamus Lengkap Kimia. Rineka Cipta. Jakarta
Basset, J. dkk. 1994. Buku Ajar Vogel Kimia Analisis Kuantitatif Anorganik. Penerbit Buku Kedokteran EGC. Jakarta.
Basu, S, Paul F. Henshaw. Nihar Biswas, and Hon K. Kwan. 2002. Prediction Of Gas-Phase Adsorption Isotherms Using Neural Nets. Civil and Environmental Engineering. University of Windsor. Canada
Brady, J.E. 1999. Kimia Universitas Asas dan Struktur. Edisi 5. Jilid 1. Penerjemah : Sukmariah Maun. Erlangga. Jakarta
Daintith, J, 1994. Kamus Lengkap Kimia. Alih bahasa : Suminar Achmadi. Erlangga. Jakarta
Foo, K.Y, B.H Hameed. 2009. Insights in to The Modeling of Adsorption Isotherm Systems. School of Chemical Engineering Campus. Universiti Sains Malaysia. Malaysia
Keenan, C.W, D.C Kleinfelter dan J.H Wood. 1990. Kimia Untuk Universitas. Jilid 2. Edisi keenam. Penerjemah : Pudjaatmaka. Erlangga. Jakarta 
Khasani, Imam S. 1998. Lembar Data dan Keselamatan Bahan. Bandung : Puslitbang kimia
Khopkar, S.M. 2003. Konsep Dasar Kimia Analitik. UI-Press. Jakarta
Kusuma, S, 1983. Bahan-Bahan Kimia. Edisi 7. Erlangga. Jakarta
Ramachandran, P. Raj Vairamuthu, and Sivakumar Ponnusamy. 2011. Adsorption Isotherms, Kinetics, Thermodynamics and Desorption Studies of Reactive Orange 16 ON Activated Carbon Derived From Carbon. Department of Chemistry, Sri Meenakshi Government College For Women. Madurai. Tamil Nadu. India
Sukardjo. 1990. Kimia Anorganik. Rineka Cipta. Jakarta

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Designed By